Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Sejak Amerika Serikat mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, situasi keamanan di negara ini menjadi semakin mengkhawatirkan. Kini, AS khawatir perang sipil bisa pecah di Afghanistan.
Kepergian tentara AS sejak awal Mei lalu seolah dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Taliban di Afghanistan. Sejumlah titik penting di berbagai wilayah kini telah dikuasai oleh Taliban.
Pembicaraan damai antara Pemerintah Afghanistan dan negosiator Taliban dimulai tahun lalu di Doha, Qatar. Sayangnya, belum ada kemajuan substantif hingga saat ini.
Salah satu penyebab alotnya pembicaraan di Doha adalah Taliban yang menuntut bagian terbesar dari kekuasaan di setiap pemerintahan baru yang nantinya dibentuk di Afghanistan.
Baca Juga: Pasukan Taliban kini mengusai hampir separuh wilayah Afghanistan
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, Taliban justru melihat ada manfaat dari pembicaraan tersebut, di mana mereka bisa lebih bersuara di kancah internasional.
"Jika mereka berusaha untuk menentang apa yang mereka katakan, maka mereka akan menjadi sampah internasional. Salah satu dari banyak kekhawatiran adalah perang saudara," ungkap Price, seperti dikutip Reuters.
Price juga prihatin dengan ledakan bom mobil di Kabul pada Selasa (4/8), di mana serangan dilakukan di dekat "Zona Hijau" yang dijaga ketat dan menyebabkan tiga warga sipil dan tiga penyerangnya tewas.
"Itu memang menunjukkan semua ciri dari serentetan serangan Taliban yang telah kita lihat dalam beberapa pekan terakhir. Kami dengan tegas mengutuk pemboman itu," kata Price.
Dewan Keamanan PBB juga menyatakan keprihatinan mendalam mereka tentang tingginya tingkat kekerasan di Afghanistan setelah serangan militer Taliban, dan menyerukan pengurangan kekerasan dengan segera.
Dewan Keamanan PBB meminta Taliban dan Pemerintah Afghanistan untuk lebih aktif terlibat dalam proses perdamaian yang inklusif, dipimpin dan dimiliki oleh Afghanistan.