Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Hendra Gunawan
NEW YORK. Bukannya menakut-nakuti, namun kepercayaan diri para pemimpin perusahaan berkaliber dunia terkait prospek ekonomi dan bisnis ke depan kian merosot. Kondisi ini bahkan sudah terlihat sejak tahun 2014 silam.
Merujuk hasil survei terbaru PricewaterhouseCoopers (PwC) bertajuk: 19th Annual Global CEO Survey yang terbit Januari ini disebutkan: bahwa hanya 27% responden yang masih yakin ekonomi global dalam 12 bulan ke depan akan tumbuh. Angka ini lebih rendah dari tahun lalu. Kala itu 37% responden yakin akan ada pertumbuhan ekonomi di tahun ini.
Yang tidak kalah menarik, saat para responden ditanya apakah bisnis perusahaannya akan tumbuh pada tahun ini, hanya 35% responden yang optimistis. Lagi-lagi, angka ini lebih rendah dari kepercayaan diri mereka dari survei tahun lalu, yakni 39% responden yang optimistis.
Survei ini, PwC kali ini melibatkan 1.409 chief executive officer (CEO) dari 83 negara. "Banyak CEO yang terus mencari peluang pertumbuhan, namun mereka mengaku hanya akan bermain di area yang aman," tutur Dennis M. Nally, Chairman PricewaterhouseCoopers.
Sampai saat ini, China dan Amerika Serikat masih dijadikan sebagai tumpuan pertumbuhan bisnis. Menyusul pasar Jerman dan Inggris.
"Saya berharap ekonomi Amerika Serikat bisa tumbuh moderat, karena ini merupakan pasar yang paling penting bagi kami," tandas Takeshi Niinami, Presiden sekaligus CEO Suntory Holdings Ltd.
Prediksi bullish pun disematkan kepada India dan Brasil, meski dua negara itu menghadapi situasi politik dan ekonomi yang tidak enteng. Pasar Meksiko dan Uni Emirat Arab (UEA) juga tak luput dari radar CEO global.
India dipandang bergerak positif di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi yang dianggap pro bisnis. Sehingga India kini masuk dalam lima besar pasar paling menjanjikan di dunia.
"Dalam situasi seperti ini, kami yakin akan menjadi salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan tinggi," ucap Chitra Ramkrishna, CEO Bursa Efek India.
Sumber kekhawatiran
Lebih lanjut, PwC menjelaskan faktor-faktor utama yang menjadi kerisauan CEO tahun ini. Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi konsen utama para pemimpin tahun ini.
Pertama, faktor penerbitan aturan yang berlebihan (over regulation). Sebanyak 79% pemimpin perusahaan mengaku khawatir banyak kebijakan baru akan bermunculan untuk melindungi kepentingan ekonomi domestik negara yang bersangkutan.
Sedangkan faktor kedua adalah persoalan ketidakpastian geopolitik (geopolitical uncertainty), yang diungkapkan oleh 74% responden. Meningkatnya teror di seluruh belahan dunia, menjadi momok yang cukup menakutkan bagi banyak pemimpin bisnis dunia.
Persoalan lain yang menjadi kekhawatiran bos-bos perusahaan adalah volatilitas nilai tukar mata uang atau exchange rate volatility. Selain ketiga persoalan utama itu, faktor-faktor seperti defisit belanja negara, keamanan siber juga masuk dalam topik perhatian mereka saat ini.













