Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Obat antimalaria yang dipuji Donald Trump sebagai pengobatan potensial untuk virus coorna mungkin tidak bermanfaat sama sekali bagi pasien. Hal tersebut terungkap dari sebuah studi baru oleh para ilmuwan Perancis.
Dilansir dari South China Morning Post, para peneliti membandingkan lebih dari 180 pasien, beberapa dari mereka menerima perawatan hydroxychloroquine dan lainnya tidak diberi obat tersebut.
Baca Juga: AS: China disinyalir telah melakukan ledakan uji coba nuklir terlarang
Para peneliti pun menemukan bahwa hasil dari penelitian terhadap kedua kelompok ini hampir identik.
Penelitian oleh dokter dan ilmuwan dari 12 rumah sakit dan lembaga penelitian publik di seluruh Perancis ini adalah studi yang paling komprehensif sejauh ini dari kinerja obat kontroversial di rumah sakit dan melibatkan paling banyak pasien Covid-19.
"Hasil ini tidak mendukung penggunaan hydroxychloroquine pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena terdokumentasi pneumonia hipoksik positif Sars-CoV-2," tulis para penulis.
Hydroxychloroquine ditemukan pada tahun 1945. Ini adalah senyawa kimia yang berasal dari chloroquine, obat yang digunakan oleh tentara untuk memerangi malaria di hutan-hutan Pasifik selama Perang Dunia II.
Baca Juga: Riset: Pendingin ruangan restoran di China tularkan virus corona ke tiga keluarga
Awal tahun ini, segera setelah strain pertama dari coronavirus baru diisolasi, para ilmuwan China menggunakan superkomputer untuk menyaring obat-obatan potensial. Mereka menemukan klorokuin dan turunannya memiliki struktur kimia yang dapat berinteraksi dengan virus.