Sumber: The Guardian | Editor: S.S. Kurniawan
Menurut mereka, satu jam setelah orang yang terinfeksi berbicara selama 30 detik, total aerosol yang tersisa mengandung lebih banyak massa virus dibanding setelah satu batuk.
Tim de Oliveira menambahkan, dalam ruang kecil dan tanpa ventilasi, hal itu mungkin cukup untuk menyebabkan seseorang tertular virus corona.
“Berbicara adalah masalah yang sangat penting yang harus dipertimbangkan karena menghasilkan partikel yang jauh lebih halus (dari batuk) dan partikel ini, atau aerosol, dapat bertahan selama lebih dari satu jam dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit,” sebut de Oliveira.
Tetapi, apakah orang akan tertular virus corona? De Oliveira bilang, tergantung pada seberapa banyak aerosol yang mereka hirup, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk apakah memakai masker, situasi di dalam ruangan, tingkat ventilasi, dan jarak antara orang-orang yang terlibat.
Tim de Oliveira juga mengembangkan kalkulator online, yang mereka sebut Airborne.cam, untuk mengeksplorasi risiko terinfeksi di dalam ruangan melalui partikel di udara saja.
Baca Juga: Daftar 17 kriteria orang yang tidak boleh terima vaksin virus corona
8% kemungkinan terinfeksi virus corona
Menurut alat tersebut, menghabiskan satu jam di toko seluas 250 meter persegi dengan kapasitas maksimum 50 orang dan ventilasi yang setara dengan kantor, maka seseorang memiliki sekitar 8% kemungkinan terinfeksi virus corona. Dengan asumsi, ada lima orang yang terinfeksi di toko dan tidak ada yang memakai masker.
Jika ventilasi bertambah sehingga sirkulasi udara berlangsung lima kali dalam satu jam dari sebelumnya hanya tiga kali, risiko tersebut bisa berkurang menjadi di bawah 2%. Penurunan serupa dapat terjadi jika semua orang memakai masker tiga lapis.
“Idenya bukanlah untuk mendapatkan angka risiko absolut dari alat tersebut, tetapi menggunakannya untuk melihat bagaimana strategi mitigasi memengaruhi risiko infeksi. Ini bisa digunakan untuk menentukan peringkat strategi ini, misalnya,” kata de Oliveira.
Prof Catherine Noakes, anggota Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat dan pakar infeksi di Universitas Leeds, menyambut baik penelitian tersebut. Tetapi, ia mengingatkan, hasil tersebut berdasarkan pada sejumlah asumsi.
“Tampaknya, hasil tersebut mewakili skenario kasus terburuk yang realistis karena model tersebut menggunakan viral load yang cukup tinggi sebagai salah satu asumsi, dan ini memiliki pengaruh yang signifikan pada kemungkinan risiko,” ujarnya kepada The Guardian.