Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Alex Karp, CEO Palantir Technologies, punya cara tak biasa untuk menarik perhatian investor: menulis surat pemegang saham bernada tajam yang mengutip filsuf, membahas politik global, hingga menyindir kaum elit teknokrat.
Pendekatan blak-blakan ini menjadikannya salah satu sosok paling menarik di Silicon Valley, sekaligus membangun koneksi emosional dengan para pendukung perusahaan.
Melansir Fortune, Senin (20/10/2025), Sejak Palantir, perusahaan perangkat lunak pertahanan dan kecerdasan buatan bernilai hampir US$ 500 miliar, melantai di bursa, Karp secara rutin mengikuti earnings call.
Namun, sekitar dua tahun kemudian, ia mulai menulis surat pemegang saham yang panjang dan sarat opini.
Baca Juga: Saham Palantir Melonjak, Ditopang Permintaan AI dan Peningkatan Proyeksi Kinerja
Dalam 14 surat selama tiga tahun terakhir, Karp mengulas isu yang jarang disentuh eksekutif lain: hubungan teknologi dan perang, krisis identitas Barat, hingga kebebasan berbicara.
Gaya menulis Karp jauh dari formalitas korporat. Ia kerap mengecam pemimpin teknologi yang dianggapnya elit teknokrat, mengkritik budaya woke, dan menyoroti kemerosotan moral di Amerika Serikat.
Woke culture adalah kesadaran terhadap isu-isu sosial, seperti ketidakadilan, diskriminasi, dan ketidaksetaraan, terutama terkait ras, gender, dan hak-hak minoritas.
“Negeri ini tidak sekadar kehilangan arah, tetapi juga kehilangan kepercayaan diri dan tekad,” tulisnya dalam salah satu surat.
Surat-surat itu ditulis bersama Nick Zamiska, anggota tim “Office of the CEO” sekaligus rekan penulis buku The Technological Republic.
Baca Juga: Saham Palantir Bersinar, Tesla Terpukul: Potret Wall Street di Bawah Trump
Diterbitkan dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman, surat-surat tersebut panjangnya bisa mencapai 1.500 kata, tergantung seberapa “berapi-api” Karp saat menulisnya.
Meski isinya sering menimbulkan kontroversi, surat-surat itu justru membuat Palantir semakin populer di kalangan investor ritel. Amit Kukreja, investor yang juga YouTuber keuangan, mengaku membaca surat Karp di setiap siaran langsungnya.
“Banyak yang bilang Karp terlalu abstrak, tapi justru di situlah letak kejujurannya,” ujarnya.
Kukreja menilai popularitas Karp meningkat drastis setahun terakhir seiring lonjakan harga saham Palantir.
Karp tak segan menghadapi isu sensitif yang melibatkan perusahaannya. Dari kontrak dengan lembaga imigrasi AS hingga proyek pertahanan bersama Israel, ia memilih untuk menjelaskan posisi Palantir secara terbuka. Bahkan di internal, ia mengakui banyak karyawan yang menentangnya.
“Tidak ada kewajiban di Palantir untuk sepakat dengan saya soal Ukraina, ICE, atau Israel,” katanya.
Tema “keunggulan Amerika dan dunia Barat” menjadi benang merah dalam hampir semua tulisannya.
Baca Juga: Cathie Wood Pangkas Saham Palantir, Alihkan Fokus ke Fintech dan Otomasi
Ia juga gemar menyelipkan referensi filosofis, dari Santo Agustinus hingga Samuel Huntington. Bagi Karp, surat-surat itu adalah bentuk komunikasi langsung dengan investor yang benar-benar ingin memahami Palantir.
“Kami menulis untuk orang-orang yang ingin berpikir,” kata Karp.
Ia berharap para pembaca bisa melihat bahwa di balik strategi bisnis Palantir, ada prinsip dan keyakinan yang kuat. “Surat itu adalah pernyataan tentang apa yang kami yakini benar. Dari sanalah dialog dimulai.”