Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasar obligasi Amerika Serikat (AS) semakin yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuannya pekan ini setelah jeda sembilan bulan.
Keyakinan tersebut mendorong investor untuk masuk ke obligasi bertenor panjang hingga 10 tahun serta memasang strategi steepener trade dengan harapan kurva imbal hasil menjadi lebih curam.
Konsensus pasar memperkirakan FOMC akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke kisaran 4,00%–4,25% pada Rabu (18/9) waktu setempat.
Baca Juga: Harga Emas Tembus Rekor Baru di Tengah Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Langkah ini diambil untuk menyeimbangkan pelemahan pasar tenaga kerja dengan inflasi yang masih moderat.
Data terbaru menunjukkan tingkat pengangguran AS naik ke 4,3% pada Agustus, sementara pertumbuhan lapangan kerja jauh di bawah ekspektasi.
Investor Berburu Durasi Panjang
Antisipasi penurunan suku bunga membuat investor meningkatkan durasi portofolio. Durasi mencerminkan sensitivitas harga obligasi terhadap perubahan suku bunga.
Semakin panjang durasi, semakin besar kenaikan harga obligasi ketika suku bunga turun.
“Kalau Fed berubah haluan dari kebijakan ketat ke dovish, penurunan suku bunga dari 4,25% ke 3,25% dalam tiga pertemuan ke depan akan membuat pemegang obligasi berdurasi panjang meraup keuntungan lebih besar,” jelas Vishal Khanduja, Head of Broad Markets Fixed Income Morgan Stanley Investment Management, dikutip Reuters pada Selasa (16/9/2025).
Baca Juga: Bursa Asia Catat Rekor Baru Selasa (16/9), Investor Taruhan The Fed Pangkas Bunga
Laporan J.P. Morgan per 8 September juga menunjukkan minat investor terhadap obligasi berdurasi panjang meningkat.
Persentase klien yang memegang posisi “long duration” naik menjadi 30% dari 28% pekan sebelumnya, level tertinggi sejak awal Agustus.
Di segmen pasar uang, baik government money market funds maupun prime funds turut memperpanjang rata-rata jatuh tempo portofolionya.
Dana pasar uang pemerintah menambah durasi rata-rata 3,4 hari menjadi 40 hari, sementara dana primer memperpanjang 2,2 hari menjadi 29 hari—tertinggi sejak Juni 2021.
Taruhan pada Kurva Imbal Hasil
Selain berburu durasi panjang, investor juga gencar memasang posisi pada strategi steepener trade, khususnya di kurva imbal hasil obligasi Treasury tenor 5 tahun terhadap 30 tahun.
Investor membeli obligasi tenor pendek sambil melepas tenor panjang, dengan asumsi penurunan suku bunga akan menekan yield jangka pendek lebih cepat, sementara yield jangka panjang tetap tinggi akibat kekhawatiran defisit fiskal AS.
Baca Juga: Dolar AS Tertekan Jelang Keputusan Suku Bunga The Fed
Kurva yield 5Y/30Y sempat melebar hingga 126 basis poin pada 5 September, level tertinggi dalam lebih dari empat tahun, sebelum menyempit menjadi 104,8 bps pada Senin (16/9).
Kondisi ini dipandang investor sebagai peluang untuk kembali masuk ke perdagangan tersebut.
Menurut Jeffrey Klingelhofer, Managing Director Aristotle Pacific Capital, kurva bisa saja semakin curam tanpa perlu penurunan suku bunga, jika inflasi tetap tinggi.
“Dalam skenario itu, yield tenor panjang bisa naik karena kekhawatiran inflasi, meskipun suku bunga acuan tidak turun lebih lanjut,” ujarnya.
Proyeksi The Fed Jadi Sorotan
Pasar kini menanti rilis proyeksi ekonomi terbaru Fed, termasuk dot plot yang memuat ekspektasi jalur suku bunga dari masing-masing pejabat bank sentral.
Pada proyeksi Juni lalu, median ekspektasi menunjukkan pemangkasan 50 bps tahun ini, serta pemangkasan 25 bps masing-masing pada 2026 dan 2027.
Baca Juga: Dolar Melemah Selasa (16/9) Pagi, The Fed Diprediksi Akan Potong Suku Bunga Beruntun
Namun, analis menilai ada risiko proyeksi September akan menambahkan dua kali pemangkasan lagi pada tahun ini.
“Tren umumnya adalah pasar lebih berpihak pada obligasi, dengan asumsi suku bunga memang akan turun,” kata Kathryn Kaminski, Chief Research Strategist AlphaSimplex Group.
“Pertanyaannya, berapa banyak pemangkasan lagi yang bisa diharapkan, dan apakah inflasi masih akan menjadi momok?”