Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ketegangan dengan Amerika Serikat atas isu Taiwan berada pada titik didih, tetapi penggunaan kekuatan militer dinilai akan tetap menjadi upaya terakhir bagi China.
Li Yihu, Kepala Institute of Taiwan Studies dari Universitas Peking mengatakan Taiwan adalah titik kritis potensial untuk hubungan China-AS, meskipun masih belum diketahui apakah akan meningkat menjadi konflik terbuka.
Baca Juga: Takut ada mata-mata, AS berencana membatalkan visa mahasiswa pascasarjana asal China
"AS akan lebih jauh melihat nilai strategis dari masalah Taiwan dalam mengendalikan China, dan akan memainkan kartu Taiwan dalam jangka waktu yang lama, seperti dalam situasi saat ini," kata Li seprti dikutip South China Morning Post.
"Selat Taiwan memang bidang utama untuk persaingan dan pertengkaran China-AS," katanya.
Pandemi Covid-19 semakin menjerumuskan hubungan yang sudah memburuk antara Beijing dan Washington, dengan ketegangan yang meluas dari permainan saling menyalahkan atas asal-usul virus corona ke berbagai bidang.
Termasuk perdagangan, teknologi tinggi, militer, keamanan, Hong Kong dan Taiwan.
Pada akhir Maret, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang tentang Inisiatif Perlindungan dan Peningkatan Internasional Sekutu Taiwan (TAIPEI Act) yang menunjukkan tingkat dukungan tinggi untuk pengakuan internasional Taiwan yang jarang terlihat sejak Washington memutuskan hubungan diplomatik dengan Taipei pada 1979.
Baca Juga: Pemerintah Hong Kong: Pencabutan status khusus adalah pedang bermata dua bagi AS
AS juga memimpin kampanye agar Taiwan diberikan akses Organisasi Kesehatan Dunia dan dalam beberapa bulan terakhir telah meningkatkan jumlah kapal perang Amerika dan pesawat militer di perairan dekat Taiwan.
China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan memandang kegiatan pro-kemerdekaan bertentangan dengan kepentingan nasionalnya. Beijing telah mengancam operasi militer untuk penyatuan kembali jika Taipei mencari kemerdekaan.
Awal bulan ini, ada perdebatan di China mengenai apakah Beijing harus mengambil keuntungan dari pandemi untuk bersatu kembali dengan Taiwan secara paksa, tetapi Li mengatakan Beijing akan tetap berpegang pada prinsip reunifikasi damai, dan pilihan militer hanyalah pilihan terakhir.
Baca Juga: Tiga kali di tahun ini, Angkatan Laut AS tantang klaim China di Laut China Selatan
"Kebijakan mengenai Taiwan tidak akan secara langsung diubah oleh opini publik, terutama opini emosional," katanya.
"Jika suara-suara untuk mengambil kembali Taiwan dengan paksa terus meningkat, itu tidak akan positif untuk hubungan lintas-selat," ungkap dia.