Sumber: NDTV | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hubungan Amerika Serikat–India dalam beberapa bulan terakhir menghadapi ujian berat.
Perselisihan terkait tarif 50 persen terhadap ekspor India, kesepakatan dagang yang mandek, hingga kritik Gedung Putih atas pembelian minyak Rusia oleh India di tengah sanksi, menimbulkan ketegangan serius.
Situasi semakin runyam ketika Presiden AS Donald Trump sempat menuding perekonomian India—yang kini berada di peringkat keempat dunia dalam PDB nominal—sebagai “mati”.
Namun, telepon tengah malam Trump kepada Perdana Menteri Narendra Modi, bertepatan dengan ulang tahun ke-75 sang PM, dipandang sebagai upaya reset hubungan bilateral.
Pertarungan Simbolik di Media Sosial
Namun, makna penting bukan hanya pada isi percakapan, melainkan pada perang kecepatan unggahan di media sosial.
-
Modi lebih dulu: Ia mengunggah di platform X pada pukul 22.53 malam.
-
Trump menyusul: Postingan muncul di Truth Social pukul 23.30 malam, atau 37 menit kemudian.
Baca Juga: Akhirnya PM India Modi Angkat Telepon, Trump Bahagia
Bagi Trump yang terkenal dengan strategi "first mover advantage", hal ini dianggap pukulan simbolis. Ia biasanya mendahului pihak lain, seperti ketika mengumumkan sepihak gencatan senjata Operasi Sindoor atau gencatan Iran–Israel.
Menariknya, Trump menanggapi dengan menyebut Modi hanya dengan nama depan—“Narendra”—suatu perlakuan yang sebelumnya ia reservasi hanya untuk Vladimir Putin dan Benjamin Netanyahu. Sebaliknya, Modi tetap menyebut “President Trump” dan kali ini tidak menambahkan kata “friend” seperti dalam unggahan-unggahan sebelumnya.
Ukraina Jadi Isu Sensitif
Dalam pembicaraan, Modi menegaskan “dukungan” terhadap upaya Trump mengakhiri perang di Ukraina. Meski demikian, analis menilai itu hanyalah gestur diplomatik, bukan komitmen konkret untuk berhenti membeli minyak murah Rusia.
Sebelumnya, AS menuding India ikut menopang mesin perang Rusia lewat pembelian energi, tuduhan yang memicu tarif tambahan 25 persen dari pemerintahan Trump.
Referensi Modi soal Ukraina dipandang sebagai usaha menenangkan Trump, sekaligus menahan posisi netral India agar tetap fleksibel di kancah geopolitik.
Perdagangan Jadi Titik Terang
Di tengah gesekan politik, pembicaraan dagang AS–India kembali bergerak. Putaran keenam perundingan berlangsung pekan ini di India, mempertemukan negosiator utama AS Brendan Lynch dengan Rajesh Agrawal dari India.
Menteri Perdagangan Piyush Goyal menyatakan ada kemajuan positif, bahkan paket kesepakatan awal berpotensi rampung November mendatang.
Namun, isu krusial seperti akses AS ke pasar pertanian dan produk susu India tetap menjadi ganjalan, mengingat Modi bertekad melindungi jutaan petani, peternak, dan nelayan jelang tahun politik domestik.
Baca Juga: Trump & Modi Rujuk? Perang Dagang AS-India Berakhir!
Bayangan Panggilan Juni
Telepon kali ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks panggilan telepon pada Juni lalu, ketika Modi secara tegas menolak klaim Trump terkait gencatan senjata di Kashmir. Sejak itu, Modi bahkan disebut menolak empat kali panggilan Trump, sesuatu yang jarang dilakukan pemimpin dunia.
Sebagai gantinya, Modi justru aktif mendekati China dan Rusia, termasuk menghadiri pertemuan puncak Shanghai Cooperation Organisation (SCO) di Beijing. Kolaborasi “gajah dan naga”, ditambah faktor Rusia, tentu membuat Washington resah.
Apakah Hubungan AS–India Kembali Normal?
Langkah Trump merajut kembali komunikasi—dimulai lewat unggahan 6 September yang menyebut Modi sebagai “sahabat selamanya”, hingga telepon ulang tahun—menunjukkan upaya nyata untuk menghangatkan hubungan.
Bagi banyak analis, India–AS adalah salah satu kemitraan paling strategis di Indo-Pasifik, jika bukan di dunia. Telepon tengah malam itu, meski sarat simbol politik dan ego personal, bisa menjadi awal perbaikan relasi setelah berbulan-bulan memburuk.