Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Trader kawakan Peter Brandt menyatakan kesiapannya menerima potensi kehancuran sistem keuangan global, yang ia bandingkan dengan Depresi Besar (Great Depression) tahun 1930-an.
Dalam unggahannya di platform X (Twitter) pada 21 April, Brandt menyebutkan bahwa krisis semacam itu bisa menjadi “reset total” yang dibutuhkan dunia saat ini.
“Saya akan baik-baik saja jika sistem keuangan global mengalami kehancuran (ala 1930-an). Kita perlu reset total. Jika Depresi bisa menjadi jalannya, saya setuju sepenuhnya,” tulisnya.
Kritik terhadap DEI dan Wacana Sosial Modern
Dalam pernyataan kontroversialnya, Brandt juga mengkritik inisiatif diversity, equity, and inclusion (DEI). Ia menilai bahwa dalam situasi ekonomi yang ekstrem, perhatian masyarakat akan kembali ke kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal, dan tidak akan lagi “teralihkan oleh isu-isu seperti trans dan penyimpangan lainnya.”
Pernyataan tersebut memicu perdebatan tajam di media sosial dan memunculkan kekhawatiran tentang polarisasi opini di kalangan elite keuangan.
Reminder from last week
I would be perfectly OK if global financial system has a melt down (Ala 1930s)
There is too much debt, political, social, moral, intellectual, WOKE, DEI rot in the world
We need to have a complete reset
If a Depression provides a rest I am A-OK with it https://t.co/oHAR7JMdaO — Peter Brandt (@PeterLBrandt) April 21, 2025
Kilas Balik: Dampak Depresi Besar
Depresi Besar dimulai dengan kehancuran pasar saham pada tahun 1929, yang menyebabkan:
-
Dow Jones anjlok hampir 90%,
-
Pengangguran AS mencapai 25%,
-
Perdagangan global menurun lebih dari 50%.
Pemulihan kala itu memakan waktu lebih dari satu dekade.
Ketakutan Terhadap Krisis Baru
Kekhawatiran terhadap potensi krisis ekonomi baru meningkat karena ketidakpastian yang terus berlanjut dalam perdagangan AS-Tiongkok. Pada 21 April, indeks S&P 500 kehilangan $1,5 triliun dalam kapitalisasi pasar — sinyal kuat akan potensi gejolak keuangan.
Akibat volatilitas ini, banyak analis menaikkan estimasi mereka terkait risiko resesi, dengan beberapa memperkirakan peluang 90% resesi terjadi pada tahun 2025.
Baca Juga: Ini Prediksi Terbaru Robert Kiyosaki Soal Harga Bitcoin pada Akhir 2025
Prediksi Brandt: S&P 500 Turun ke 4.000
Dalam analisis sebelumnya (19 April), Brandt memperkirakan:
-
S&P 500 akan turun dari 6.133,75 ke 4.000 pada akhir 2025.
-
Penurunan nilai pada Yen Jepang, dengan proyeksi USD/JPY dari 140 ke 120.
-
Futures obligasi Treasury AS 10 tahun turun dari 110 ke 104, mengindikasikan kenaikan yield dan kondisi keuangan yang lebih ketat.
Ia mendasarkan prediksinya pada data Commitment of Traders (COT), yang menunjukkan posisi spekulatif yang tinggi — tanda bahwa pasar sedang berada di area overbought.
“Catat ini. Screenshot ini,” tegas Brandt tentang keyakinannya terhadap outlook bearish tersebut.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Beli Emas, Perak, dan Bitcoin Demi Untung di Masa Depan
Aset Alternatif Jadi Pilihan: Bitcoin dan Emas
Di tengah ketidakpastian, Brandt memproyeksikan:
-
Bitcoin (BTC) akan mengalami kenaikan parabolik,
-
Emas akan melampaui performa S&P 500.
Prediksi ini sejalan dengan sentimen investor global yang kini kembali melirik emas sebagai aset aman, mendorong harga logam mulia itu ke rekor tertinggi $3.500.