Reporter: Mesti Sinaga | Editor: Mesti Sinaga
Untuk pertama kalinya sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump akan melakukan kunjungan luar negeri ke sejumlah negara mulai akhir pekan ini. Dan, negara pertama yang akan dikunjunginya adalah Arab Saudi.
Trump terbang dari AS ke Riyadh, Saudi Arabia pada Jumat (19/5/2017). Dalam kunjungannya selama dua hari di negara kaya minyak itu, Trump akan sibuk luar biasa mengingat jadwalnya yang padat.
(Baca juga: Trump kunjungi Arab Saudi berkat pangeran 31 tahun)
Laiknya tamu negara, kedatangan Trump akan disambut dalam sebuah upacara penyambutan. Selanjutnya Trump dijadwalkan minum kopi dengan Raja Salman. Trump yang didampingi first lady Mellania Trump juga akan menghadiri acara jamuan makan malam dengan keluarga kerajaan.
Kehadiran Trump bukan sekadar menghadiri acara ramah tamah. Dalam kunjungan itu, Trump juga dijadwalkan mengadakan pertemuan dengan para pemimpin Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council).
Berikutnya, Trump akan bertemu dengan sejumlah pimpinan negara muslim. “Di situ Presiden Trump akan menyampaikan pidato yang inspiratif mengenai perlunya menghadapi ideologi radikal," ujar HR McMaster, Penasehat Keamaan Nasional AS seperti dikutip foxnews.com.
Tentu saja, ada agenda ekonomi dalam kunjungan kenegaraan tersebut. Dalam rangkaian agendanya, Trump dijadwalkan akan menyaksikan penandatanganan beberapa kesepakatan bisnis bernilai miliaran dolar AS.
"Ada sebuah kedalaman ekonomi dalam kunjungan Trump," kata Ahmed Alibrahim, pakar hubungan AS-Saudia Arabia, seperti dikutip money.cnn.com. Alibrahim menambahkan, Trump ingin menandatangani "kesepakatan besar" dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk.
Kesepakatan tersebut, di satu sisi akan menyediakan bisnis bagi perusahaan-perusahaan AS. Di sisi lain, juga menjadi investasi yang sangat dibutuhkan Arab Saudi sebagai bagian dari rencana ambisiusnya untuk mematahkan ketergantungannya terhadap minyak pada tahun 2030.
"Akan ada investasi signifikan dari Arab Saudi di AS, tapi juga akan ada manfaat signifikan bagi Arab Saudi," ujar Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed Al-Jadaan dalam sebuah wawancara dengan CNNMoney.
"Akan ada lapangan pekerjaan dan investasi di kedua belah pihak, dan Anda akan melihatnya saat kesepakatan diumumkan...bahwa ada investasi signifikan di kedua belah pihak," kata Al-Jadaan.
Berikut ini beberapa isu besar yang akan menjadi agenda Trump dalam kunjungannya:
Kontrak pertahanan
Arab Saudi adalah mitra dagang terbesar untuk AS di Timur Tengah. Menurut Biro Sensus AS, nilai pertukaran barang antara kedua negara pada 2016 mencapai US$ 35 miliar.
Minyak bumi memang komoditas penting dalam perdagangan kedua negara. Maklum, Arab Saudi merupakan pengekspor minyak mentah terbesar kedua ke AS setelah Kanada.
Namun peralatan militer-lah yang menyumbang sebagian besar perdagangan antara keduanya, dan nilainya kemungkinan akan bertambah.
Kerajaan Arab Saudi merupakan pembeli peralatan militer terbesar kelima di dunia. Kerajaan kaya ini mengalokasikan 191 miliar riyal (US$ 51 miliar) atau 21% dari anggaran belanjanya tahun 2017 untuk belanja militer.
Di sisi lain, AS adalah eksportir senjata terbesar di dunia. Hampir setengah dari ekspor senjata AS itu dikirim ke Timur Tengah di mana Arab Saudi dan Uni Emirat Arab merupakan pembeli utamanya.
"Kunjungan Trump ke Arab Saudi kemungkinan besar akan menyaksikan penandatanganan beberapa perjanjian pertahanan, yang sebagian besar terkait dengan pertahanan rudal serta memperkuat kemampuan udara dan angkatan laut," kata Riad Kahwaji, CEO INEGMA, perusahaan konsultan keamanan, seperti dikutip CNNMoney.
Pertemuan puncak Presiden Trump dengan Raja Salman pada Sabtu (20/5/2017) akan paralel dengan forum bisnis yang akan dihadiri para eksekutif senior dari sekitar 45 perusahaan AS. Diantaranya akan hadir kontraktor pertahanan Lockheed Martin dan Raytheon. Masuk pula dalam daftar hadir: para petinggi Boeing, ExxonMobil, Dow Chemical, GE, Citigroup, Morgan Stanley, perusahaan jasa minyak dan kelompok investasi.
Investasi mutual
Menarik lebih banyak investasi asing sangat penting jika Arab Saudi ingin mewujudkan visinya bebas dari ketergantungan pada minyak. Saudi menargetkan sumbangan sektor swasta yang saat ini sebesar 40% akan tumbuh menjadi 65% dari PDB tahun 2030.
"Kami ingin mendorong investasi lokal, mendorong investasi langsung asing. Kunjungan para CEO jelas merupakan salah satu cara menunjukkan peluang di Arab Saudi, dan kami memiliki banyak peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan AS," kata Al-Jaadan.
Arab Saudi baru saja meluncurkan perusahaan manufaktur militer baru yang akan menyumbang 14 miliar riyal (US$ 3,7 miliar) untuk PDB pada tahun 2030. Untuk mencapai target itu, perusahaan tersebut akan bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional.
Salah satu perusahaan internasional yang sudah bermitra dengan saudi adalah SoftBank. Perusahaan teknologi Jepang ini telah meluncurkan dana investasi senilai US$ 100 miliar dengan Arab Saudi. Kerajaan Saudi telah berkomitmen berinvestasi US$ 45 miliar dalam perusahaan dana investasi tersebut.
Desember lalu, pendiri dan CEO SoftBank Masayoshi Son telah berjanji kepada Trump, pihaknya akan menginvestasikan US$ 50 miliar di ke AS. Kepada Wall Street Journal, Masayoshi menyatakan, dana tersebut akan berasal dari dana investasi SoftBank-Saudi yang baru.
Kesepakatan minyak raksasa
Kesepakatan raksasa lain yang mungkin juga muncul dalam kunjungan Trump adalah rencana Arab Saudi mencatatkan perusahaan minyak raksasanya, Aramco, di bursa saham.
Saudi berencana menjual sekitar 5% saham Aramco di tahun 2018, yang kemungkinan akan menjadi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) terbesar di dunia.
Kabarnya New York Stock Exchange tengah melakukan diskusi serius dengan Arab Saudi mengenai rencana IPO tersebut. Namun, New York Stock Exchange tampaknya akan menghadapi persaingan ketat. Sebab, London Stock Exchange kabarnya juga melobi keras untuk menggaet IPO tersebut.