Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak naik tipis pada hari Jumat tetapi mencatat penurunan mingguan, mengakhiri kenaikan empat minggu berturut-turut.
Harga minyak tertekan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dilantik awal pekan, mengumumkan rencana besar untuk meningkatkan produksi dalam negeri sambil menuntut OPEC untuk menurunkan harga minyak mentah.
Jumat (24/1), harga minyak mentah Brent berjangka ditutup naik 21 sen atau 0,27% menjadi US$ 78,50 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 4 sen, atau 0,05%, menjadi US$ 74,66 per barel.
Brent telah turun 2,8% sepekan sementara WTI turun 4,1%. Trump pada hari Jumat menegaskan kembali seruannya kepada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak untuk memangkas harga minyak guna merugikan keuangan Rusia yang kaya minyak dan membantu mengakhiri perang di Ukraina.
Baca Juga: Harga Naik Januari, Cek Dulu Harga BBM di Pertamina, Shell, BP & Vivo, Minggu (26/1)
"Salah satu cara untuk menghentikannya dengan cepat adalah dengan meminta OPEC berhenti menghasilkan begitu banyak uang dan menurunkan harga minyak... perang itu akan segera berakhir," kata Trump saat ia mendarat di North Carolina untuk melihat kerusakan akibat badai.
Ancaman sanksi keras AS terhadap Rusia dan Iran, yang merupakan produsen minyak utama, dapat merusak tujuan Trump untuk menurunkan biaya energi, kata analis StoneX Alex Hodes dalam sebuah catatan pada hari Jumat.
"Trump mengetahui hal ini dan telah menekan OPEC untuk menutupi kekosongan yang akan ditimbulkannya," kata Hodes seperti dikutip Reuters.
Pada hari Kamis, Trump mengatakan kepada Forum Ekonomi Dunia bahwa dia akan menuntut OPEC dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan harga minyak mentah.
Baca Juga: Wall Street: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kompak Melemah Jelang Pekan Pertemuan The Fed
OPEC+, yang mencakup Rusia, belum bereaksi. Delegasi dari kelompok tersebut menunjuk pada rencana yang sudah ada untuk mulai meningkatkan produksi minyak mulai bulan April.
"Saya tidak benar-benar berharap OPEC akan mengubah kebijakan kecuali ada perubahan fundamental," kata analis komoditas UBS Giovanni Staunovo.
Staunovo menambahkan bahwa pasar akan relatif tenang sampai kita mendapatkan kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan sanksi dan tarif.
Baca Juga: Trump Says He May Consider Rejoining World Health Organization
Tarif
Chevron mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka telah memulai produksi pada perluasan ladang minyak raksasa Tengiz senilai US$ 48 miliar. Ini akan meningkatkan produksi Chevron menjadi sekitar 1% dari pasokan minyak mentah global. Tambahan produksi ini dapat semakin menekan upaya OPEC dalam beberapa tahun terakhir untuk membatasi produksi.
Trump mengumumkan keadaan darurat energi nasional pada hari Senin (20/1), mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencananya untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri.
"Pembatalan ini dapat mendukung permintaan minyak tetapi berpotensi memperburuk kelebihan pasokan," kata Nikos Tzabouras, spesialis pasar senior di platform perdagangan Tradu.
Kebijakan Trump sejauh ini sebagian besar mengikuti prediksi di sisi pasokan, termasuk memangkas birokrasi untuk mendorong pertumbuhan pasokan dalam negeri, menurut Hodes dari StoneX. Namun, "buah yang lebih mudah untuk pertumbuhan telah dipetik."
Baca Juga: Geliat Investasi Pasca Pelantikan Trump dan Gencatan Senjata Gaza
Presiden AS berjanji pada hari Rabu untuk memukul Uni Eropa dengan tarif dan mengenakan tarif 25% pada Kanada dan Meksiko. Dia juga mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan bea masuk hukuman 10% pada China.
Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di IG mengatakan bahwa kehati-hatian kemungkinan akan tetap ada di pasar. Karena kebijakan Trump memiliki potensi implikasi negatif bagi pertumbuhan global dan prospek permintaan minyak. Kemungkinan jadwal untuk tarif baru adalah pada Februari.
"Traders memperkirakan harga minyak berkisar antara US$ 76,50 dan US$ 78 per barel," ungkap dia.
Katalis bullish seperti penarikan signifikan dalam stok minyak mentah AS memberikan perubahan positif sementara. "Tetapi pasar global yang kelebihan pasokan dan proyeksi permintaan China yang buruk terus membebani minyak mentah berjangka," kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di pialang Phillip Nova.
Inventaris minyak mentah AS minggu lalu mencapai level terendah sejak Maret 2022, kata Badan Informasi Energi AS.