Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Tiongkok mengancam akan memberikan perlawanan setelah Presiden AS Donald Trump menuntut agar semua negara NATO mengenakan tarif tinggi terhadap barang-barang Tiongkok dan berhenti membeli minyak Rusia.
Melansir DPA International, juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian pada Senin (15/9/2025) di Beijing mengatakan, jika kepentingan Tiongkok dirugikan, Republik Rakyat Tiongkok akan mengambil tindakan balasan dan mempertahankan kepentingan keamanan dan pembangunannya.
Dia juga bilang, "Perilaku Amerika Serikat merupakan kasus tipikal pelecehan sepihak."
Kementerian Perdagangan mengatakan dalam pernyataan terpisah bahwa Tiongkok berharap AS akan berhati-hati dalam perkataan dan tindakannya serta menyelesaikan perbedaan dalam perdagangan dan ekonomi melalui dialog.
Trump sebelumnya mengaitkan sanksi AS lebih lanjut terhadap Rusia dengan semua negara NATO yang mengenakan tarif 50-100% atas impor Tiongkok dan tidak lagi membeli minyak Rusia. Ia mengatakan ia yakin hal ini akan membantu mengakhiri perang di Ukraina.
Baca Juga: Trump Salahkan Zelensky dan Putin atas Kegagalannya yang Memalukan
Tujuan Trump adalah membujuk Tiongkok untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Moskow guna membawa Rusia ke meja perundingan. Tarif yang diusulkan akan dicabut ketika perang antara Rusia dan Ukraina berakhir, ujarnya.
Tiongkok tetap netral dalam perang di Ukraina, tetapi dianggap sebagai mitra dekat dan berpengaruh bagi Moskow. Beijing telah mengajukan proposal untuk menyelesaikan perang, yang ditolak Ukraina karena sebagian besar didasarkan pada tuntutan Rusia.
Trump menyampaikan komentarnya bersamaan dengan perundingan yang sedang berlangsung antara Tiongkok dan AS di Spanyol, di mana perwakilan dari dua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut sedang membahas hubungan dagang mereka.
Tonton: Hampir 1 Juta Warga AS Jatuh Miskin Akibat Penerapan Tarif Trump
Perselisihan tarif antara AS dan Tiongkok meningkat awal tahun ini, dengan kedua negara mengenakan tarif tambahan lebih dari 100% pada barang-barang yang diimpor dari negara masing-masing. Penundaan dalam perselisihan ini masih berlaku hingga November.