Sumber: DW.com | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Presiden Komisi Eropa Vera Jourova mengatakan pada Selasa (26/09) bahwa platform media sosial X (sebelumnya Twitter) milik Elon Musk, memiliki "rasio unggahan misinformasi/disinformasi terbesar.”
Hal itu ia sampaikan dalam sebuah konferensi pers tentang pembaruan kode etik Uni Eropa tahun 2022 yang menjadi pedoman untuk menindak hoaks di platform media sosial dan perusahaan periklanan.
Menurut Jourova, X dikategorikan "tidak lolos” karena perusahaan milik Elon Musk itu keluar dari kode etik. X sendiri tidak ikut menjadi penandatangan kode etik Uni Eropa (UE) tersebut.
Kode etik mengenai disinformasi itu merupakan seperangkat standar peraturan yang mengharuskan perusahaan seperti Google, TikTok, Microsoft, dan Meta, untuk berbuat lebih banyak dalam mengatasi hokas di blok yang beranggotan 27 negara tersebut
Kode etik ini sebelumnya diperbarui dari versi sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2018.
Baca Juga: Ramai Starlink Masuk Indonesia, Bagaimana Nasib Emiten Telko?
Kode etik ini sebelumnya telah menjadi dasar bagi Undang-Undang Layanan Digital yang disahkan tahun lalu, menerapkan aturan ketat tentang moderasi konten di Uni Eropa
"Ada kewajiban yang tertuang dalam hukum yang mengikat, jadi pesan saya untuk Twitter: ‘Anda harus mematuhi hukum, dan kami akan mengawasi apa yang kalian lakukan,'” kata Jourova.
Mengingat pemilihan parlemen dijadwalkan di Slovakia pada 30 September dan pemilihan presiden di Polandia pada 15 Oktober, maka penting bagi platform tersebut untuk mengatasi risiko campur tangan secara online, tambah Jourova dalam sebuah pernyataan.
Rusia dituding punya "senjata manipulasi massal”
Menurut Jourova, salah satu isu utama yang perlu diwaspadai adalah berlarut-larutnya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Berpotensi Raup Cuan dari Masuknya Starlink di Indonesia
"Ini bukan urusan biasa. Kremlin berperang di Ukraina dengan bom, tapi di wilayah lain termasuk UE, mereka memakai kata-kata,” ujarnya dalam pernyataan itu.
Jourova mengatakan, untuk memenuhi narasinya sendiri, Rusia memiliki "senjata manipulasi massal bernilai jutaan euro yang ditujukan tidak hanya untuk internal di Rusia tapi juga Eropa dan seluruh dunia.”
Ia pun mendesak perusahaan-perusahaan media sosial untuk mengatasi risiko ini karena "Kremlin dan pihak lain diprediksi akan aktif sebelum pemilu.”
Antara Januari-April 2023, Google mengatakan bahwa YouTube telah menutup 400 akun yang terlibat dalam operasi terkoordinasi oleh markas "troll” Rusia, Badan Penelitian Internet.
Baca Juga: Bisnis Internet Nasional Terancam Kehadiran Starlink Milik Elon Musk
Sementara Meta mengatakan bahwa pihaknya tengah memperluas kemitraan pengecekan faktanya menjadi 26 mitra yang mencakup 22 bahasa di UE. Kini, pengecekan fakta sudah mencakup bahasa Ceko dan Slovakia.
Upaya pengecekan fakta oleh TikTok sendiri dilaporkan mencakup bahasa Rusia, Ukraina, Belarusia, dan 17 bahasa Eropa lainnya.