Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
Tentu saja, semua hal itu tetap punya risiko, dan saham K-pop pun terbukti sangat tidak stabil seiring dengan memudarnya popularitas artis.
SM Entertainment Co, agensi tertuat di Korea naik lebih dari 2.300% dalam tiga tahun ke puncaknya pada 2012 berkat ban-band andalannya seperti TVXQ dan Girls Generation. Akan tetapi, saham agensi ini terus mengalami penurunan 55% sejak itu.
YG Entertainment yang terkenal dengan lagu hit milik Psy bertajuk Gangnam Style tidak pernah kembali ke puncaknya delapan tahun lalu, ketika lagu tersebut menjadi viral secara global.
Skandal seks seputar anggota boyband Big Bag yang dikelola YG juga menjadi tantangan baru bagi perusahaan di tahun lalu. Belum lagi, ada persyaratan bagi warga pria di Korea untuk wajib militer menjadi perhatian berkelanjutan bagi band-bang seperti BTS.
Tata kelola juga menjadi masalah karena para pendiri biasanya merupakan pemilik terbesar agensi K-pop. Bang Si-hyuk dari Big Hit kini merupakan milarder dengan kekayaan mencapai US$ 2,2 miliar, sedangkan pemilik YG, SM dan JYP Entertainment Corp merupakan multijutawan. Tahun lalu, KB Asset Management meminta SM atas rencana perbaikan tata kelola perusahaan dan dividen.
Lalu ada juga perselisihan politik antara China dan Korea, yang menjadi pukulan lain bagi saham K-pop. Sejak 2016, mita dagang terbesar Korea itu telah membatasi penampilan selebriti di televisi dan iklan sebagai pembalasan nyata terhadap perisai rudal pimpinan AS yang ditentang China.
Baca Juga: Dianggap tergantung pada BTS, saham Big Hit kembali anjlok 22,3% pada Jumat (16/10)
Baru-baru ini, BTS juga mendapat kecaman di China setelah salah satu anggotanya menyebutkan dalam sebuah video mengenai hubungan AS-Korea Selatan selama perang Korea. Hal itu membuat banyak tuduhan di media sosial bahwa Dia telah lalai menyoroti bagian China dalam konflik tersebut.
Meski begitu, saham perusahaan entertainment telah menjadi kesayangan investor belakangan ini. Pedagang harian telah membeli lebih dari 165 miliar won atau setara US$ 144 juta saham SM, YG dan JYP tahun ini, sementara investor institusi lokal telah menjual 202 miliar won dan pihak asing menginvestasikan hanya 31 miliar won, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.
Bagi mereka yang memborong saham perdana Big Hit, guncangan pertama mungkin bakal datang bulan depan, ketika 30% dari investor institusional akan menjual sahamnya setelah periode karantina mereka berakhir.
Hal itu bakal menyebabkan penurunan harga saham sebanyak 10% di beberapa emiten populer Korea Selatan.