Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang perusahaan penambang Bitcoin melonjak tajam dari US$2,1 miliar menjadi US$12,7 miliar hanya dalam waktu 12 bulan terakhir.
Lonjakan ini terjadi seiring dengan upaya industri kripto memenuhi permintaan tinggi di bidang kecerdasan buatan (AI) dan memperkuat kapasitas produksi Bitcoin, menurut laporan terbaru VanEck.
Tekanan untuk Berinvestasi di Mesin Canggih
Analis VanEck Nathan Frankovitz dan Matthew Sigel, Kepala Riset Aset Digital, menjelaskan dalam laporan Bitcoin ChainCheck edisi Oktober bahwa penambang harus terus berinvestasi pada mesin terbaru agar tidak kehilangan pangsa hashrate global—yakni kekuatan komputasi jaringan Bitcoin.
“Tanpa investasi berkelanjutan, porsi penambang terhadap hashrate dunia akan turun, sehingga mengurangi jumlah Bitcoin yang bisa diperoleh setiap hari,” tulis Frankovitz dan Sigel.
Baca Juga: Jika Komputer Kuantum Berhasil Memecahkan Bitcoin, Akankah Dunia Kripto Runtuh?
Mereka menyebut fenomena ini sebagai “melting ice cube problem”, di mana nilai aset penambang terus menurun seiring waktu jika tidak diperbarui. Secara historis, perusahaan tambang kripto lebih sering mengandalkan pasar saham ketimbang utang untuk membiayai belanja modal besar (Capex).
Namun kini, banyak penambang mulai beralih ke pembiayaan utang karena pendapatan dari Bitcoin yang bersifat spekulatif dan sulit diprediksi membuat pendanaan ekuitas menjadi lebih mahal.
Ledakan Utang dan Surat Utang Konversi
Menurut data dari publikasi industri The Miner Mag, total gabungan utang dan penerbitan surat utang konversi dari 15 perusahaan penambang publik mencapai:
-
US$4,6 miliar pada kuartal IV 2024,
-
turun menjadi US$200 juta pada awal 2025,
-
lalu melonjak kembali menjadi US$1,5 miliar pada kuartal II 2025.
Tren ini menandakan percepatan ekspansi dan restrukturisasi pendanaan di tengah kondisi pasar yang menantang pasca-halving Bitcoin pada April 2024.
Diversifikasi ke Bisnis AI dan HPC
Seiring dengan penurunan imbal hasil penambangan menjadi 3,125 BTC per blok setelah halving tahun 2024, sejumlah perusahaan mulai mengalihkan kapasitas energi mereka ke layanan AI dan High Performance Computing (HPC) untuk menambah sumber pendapatan.
Baca Juga: BlackRock Tambah 1.884 Bitcoin Senilai Rp3,2 Triliun di Tengah Tekanan Harga Kripto
“Dengan langkah ini, penambang memperoleh arus kas yang lebih stabil melalui kontrak jangka panjang,” ujar Frankovitz dan Sigel. “Kestabilan ini memungkinkan mereka mengakses pasar utang dengan lebih mudah, sekaligus menurunkan biaya modal keseluruhan.”
Beberapa contoh langkah besar di sektor ini antara lain:
-
Bitfarms menutup penerbitan surat utang konversi senilai US$588 juta untuk mendanai pembangunan infrastruktur AI dan HPC di Amerika Utara.
-
TeraWulf mengumumkan penerbitan senior secured notes senilai US$3,2 miliar untuk memperluas kampus data center Lake Mariner di New York.
-
IREN juga menutup penerbitan surat utang konversi sebesar US$1 miliar pada Oktober 2025 untuk keperluan modal kerja dan proyek korporasi umum.
Pergeseran ke AI Tidak Mengancam Jaringan Bitcoin
Meski sejumlah penambang kini memperluas bisnis ke sektor AI, VanEck menilai langkah tersebut tidak mengancam keamanan jaringan Bitcoin.
“Prioritas energi untuk AI justru menjadi manfaat bersih bagi ekosistem Bitcoin,” tulis para analis.
Menurut mereka, penambangan Bitcoin tetap menjadi cara cepat memonetisasi kelebihan listrik, terutama di wilayah terpencil atau pasar energi berkembang, sekaligus mendukung pembangunan pusat data multifungsi yang bisa digunakan untuk AI maupun HPC.
Baca Juga: Harga Bitcoin Mirip Pola Pasar Kedelai 1970-an, Analis Ini Peringatkan Koreksi 50%
Selain itu, permintaan AI bersifat siklus dan bervariasi sepanjang hari mengikuti aktivitas manusia, membuka peluang efisiensi energi bagi penambang.
Strategi Hemat Energi dan Sinergi Bitcoin–AI
Beberapa penambang juga mulai mencari cara untuk memanfaatkan kapasitas listrik berlebih saat permintaan AI menurun. Frankovitz dan Sigel menilai langkah ini dapat membantu mengurangi atau bahkan menghilangkan kebutuhan sumber daya listrik cadangan yang mahal, seperti generator diesel.
“Meski masih bersifat konseptual, pendekatan ini menunjukkan sinergi unik antara Bitcoin dan AI yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan modal—baik finansial maupun listrik,” tambah mereka.