Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemunculan komputer kuantum dengan kemampuan memecahkan enkripsi modern bisa menjadi bencana besar bagi dunia kripto. Jika teknologi semacam itu aktif hari ini, Bitcoin kemungkinan sudah diserang — tanpa ada yang menyadarinya.
“Semuanya akan terlihat seperti akses yang sah,” kata David Carvalho, CEO perusahaan infrastruktur pasca-kuantum Naoris Protocol, kepada Cointelegraph.
“Saat Anda berpikir sedang melihat komputer kuantum, sebenarnya ia sudah mengendalikan sistem selama berbulan-bulan,” tambahnya.
Ancaman Nyata dari Dunia Kuantum
Para peneliti di IBM, Google, dan berbagai laboratorium pemerintah kini berlomba menutup celah keamanan antara teknologi enkripsi saat ini dan kemampuan komputer kuantum masa depan.
Baca Juga: BlackRock Tambah 1.884 Bitcoin Senilai Rp3,2 Triliun di Tengah Tekanan Harga Kripto
National Institute of Standards and Technology (NIST) di AS telah mulai menyetujui algoritma pasca-kuantum. Namun, sebagian besar jaringan blockchain publik, termasuk Bitcoin, masih bergantung pada sistem kriptografi yang dikembangkan pada 1980-an.
Untuk saat ini ancaman ini masih teoretis. Namun jika menjadi kenyataan, pertahanan Bitcoin akan runtuh lebih cepat daripada kemampuan jaringan untuk bereaksi, ujar Carvalho.
Bagaimana Komputer Kuantum Dapat Menembus Bitcoin
Keamanan inti Bitcoin bergantung pada algoritma tanda tangan digital Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA), diperkenalkan pada tahun 1985. Mekanisme ini memungkinkan pengguna membuktikan kepemilikan aset menggunakan private key, sementara jaringan hanya melihat public key.
Dengan algoritma Shor, komputer kuantum yang cukup kuat dapat menghitung private key langsung dari public key — sesuatu yang secara praktis mustahil bagi komputer konvensional.
Ini berarti penyerang dapat mengakses dompet Bitcoin mana pun yang public key-nya sudah terekspos di blockchain, termasuk transaksi Bitcoin awal milik para pionir.
“Tidak mungkin membuktikan bahwa komputer kuantum melakukannya,” jelas Carvalho.
“Anda hanya akan melihat koin berpindah seolah pemiliknya sendiri yang mengirimnya,” katanya
Menurut Kapil Dhiman, CEO dan pendiri Quranium — startup layer-1 yang berfokus pada keamanan pasca-kuantum — korban pertama dari serangan semacam ini adalah dompet lama dengan kunci publik yang telah terekspos.
“Koin milik Satoshi akan menjadi sasaran empuk,” katanya. “Jika koin-koin itu bergerak, kepercayaan terhadap Bitcoin akan runtuh jauh sebelum sistemnya gagal.”
Dalam skenario tersebut, blockchain tetap berjalan seperti biasa. Blok tetap ditambang, transaksi terus dicatat, namun kepemilikan aset berubah tanpa disadari siapa pun.
Bitcoin Masih Tertinggal dari TradFi dalam Keamanan Pasca-Kuantum
Sementara lembaga keuangan, jaringan telekomunikasi, dan instansi pemerintah sudah menguji enkripsi pasca-kuantum, sebagian besar blockchain besar masih menggunakan teknologi kriptografi lawas seperti ECDSA.
“Semua blockchain telah mengakui kerentanan ini sebagai akar masalah,” ujar Dhiman.
Baca Juga: Standard Chartered: Bitcoin Berpeluang Tembus US$200.000 Meski Pasar Bergejolak
Berbeda dengan sektor keuangan tradisional, meng-upgrade Bitcoin tidak semudah memperbarui sistem terpusat. Perubahan besar pada algoritma kriptografi memerlukan koordinasi luas antara penambang, pengembang, dan pengguna, yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun.
Beberapa proposal awal telah diajukan, seperti Bitcoin Improvement Proposal (BIP) 360 dan inisiatif Post Quantum Migration and Legacy Signatures Sunset, yang menawarkan jalur transisi menuju skema tanda tangan tahan-kuantum.
Ethereum juga meneliti penggunaan lattice-based signatures dan algoritma lain yang lebih aman terhadap ancaman kuantum, meski belum diterapkan secara nyata.
Dunia Keuangan Tradisional Sudah Bergerak Lebih Cepat
Berbeda dengan dunia kripto yang bergantung pada konsensus desentralisasi, lembaga keuangan memiliki kendali terpusat dan anggaran besar untuk beradaptasi lebih cepat.
NIST telah menyetujui beberapa algoritma pasca-kuantum; JPMorgan bekerja sama dengan Toshiba menguji quantum-safe blockchain; sementara SWIFT mulai melatih jaringannya untuk menghadapi ancaman kuantum.
“TradFi justru lebih maju,” kata Carvalho. “Mereka punya otoritas tunggal yang bisa mendorong pembaruan. Di kripto, semuanya harus melalui konsensus.”
Beberapa proyek blockchain baru kini lahir dengan arsitektur yang “quantum-ready” sejak awal.
-
Naoris Protocol telah disebut dalam proposal independen ke SEC AS terkait standar pasca-kuantum.
-
Quranium menggunakan algoritma Stateless Hash-Based Digital Signature Algorithm (HBSDA) yang telah disetujui NIST.
-
Quantum Resistant Ledger (QRL) dibangun di atas XMSS hash-based signatures, algoritma tahan-kuantum yang kini menjadi standar NIST.
Apa yang Terjadi Jika Bitcoin Gagal Melewati Ujian Kuantum
Bagi pemegang Bitcoin biasa, ancaman terbesar bukan hanya peretasan teknis, tetapi runtuhnya kepercayaan publik yang dapat menjatuhkan harga secara drastis. Hal ini berpotensi mengguncang pasar keuangan global di tengah meningkatnya adopsi institusional terhadap aset kripto.
Baca Juga: Harga Bitcoin Mirip Pola Pasar Kedelai 1970-an, Analis Ini Peringatkan Koreksi 50%
“Ada kemungkinan kecil bahwa komputer kuantum semacam itu sudah ada,” kata Carvalho.
“Namun sejauh ini konsensus komunitas ilmiah dan militer adalah belum,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sejarah pernah menunjukkan betapa sistem kriptografi ‘tak tertembus’ bisa diam-diam dijebol tanpa publik mengetahuinya, seperti kisah mesin sandi Enigma milik Nazi Jerman pada Perang Dunia II, yang berhasil dipecahkan oleh tim Alan Turing di Bletchley Park.
“Saat Anda berpikir sedang melihat komputer kuantum, kemungkinan besar ia sudah mengendalikan sistem selama berbulan-bulan,” peringatnya.
Optimisme: Masa Depan Blockchain Tahan-Kuantum
Meski ancaman kuantum menimbulkan kekhawatiran, para ahli tetap optimistis.
“Sistem blockchain yang tahan-kuantum sangat mungkin dibangun,” ujar Dhiman.
“Kita hanya perlu mulai membangunnya sebelum ancamannya benar-benar datang,” katanya.
Untuk saat ini, ancaman kuantum masih bersifat teoretis.
Enkripsi Bitcoin masih kokoh, dan komputer kuantum yang mampu menembusnya hanya ada di atas kertas — setidaknya untuk saat ini.