CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.322.000   -29.000   -1,23%
  • USD/IDR 16.761   14,00   0,08%
  • IDX 8.360   -56,40   -0,67%
  • KOMPAS100 1.159   -6,90   -0,59%
  • LQ45 843   -6,51   -0,77%
  • ISSI 292   -2,10   -0,72%
  • IDX30 440   -4,78   -1,08%
  • IDXHIDIV20 511   -3,08   -0,60%
  • IDX80 130   -1,08   -0,82%
  • IDXV30 135   -1,26   -0,92%
  • IDXQ30 141   -0,67   -0,47%

Warga Gaza Bayar Rp 33,5 Juta per Kursi untuk Terbang ke Afrika Selatan


Selasa, 18 November 2025 / 13:41 WIB
Warga Gaza Bayar Rp 33,5 Juta per Kursi untuk Terbang ke Afrika Selatan
ILUSTRASI. Warga Gaza bayar US$2.000/kursi untuk ke Afrika Selatan. Pemerintah Afsel selidiki dugaan pemindahan paksa. Simak kisah di balik eksodus ini. REUTERS/Hatem Khaled  


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - KAIRO. Sejumlah warga Gaza mengaku harus membayar US$2.000 (Rp 33,5 juta) per kursi untuk menerbangkan keluarga mereka ke Afrika Selatan melalui sebuah perjalanan yang diatur oleh sebuah kelompok yang menawarkan jalan keluar dari wilayah yang hancur akibat perang.

Pemerintah Afrika Selatan pada Senin menilai keberangkatan ini tampak sebagai bagian dari upaya memindahkan warga Palestina secara paksa.

Dua warga Gaza yang diwawancarai Reuters mengatakan bahwa mereka termasuk dalam 130 warga Palestina yang diizinkan masuk ke Afrika Selatan setelah dibawa dengan bus dari Gaza dan diterbangkan dari sebuah bandara Israel pekan lalu. Mereka tiba di Johannesburg pada Kamis setelah transit di Nairobi.

Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Ronald Lamola, yang pemerintahannya lama mendukung aspirasi nasional Palestina dan menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, mengatakan bahwa pihaknya tengah menyelidiki kondisi mencurigakan terkait kedatangan pesawat tersebut.

Baca Juga: Israel Serang Gaza: Gencatan Senjata AS Retak, 26 Tewas

“Tampaknya ini merupakan bagian dari agenda yang lebih luas untuk mengeluarkan warga Palestina dari tanah Palestina,” ujarnya.

Israel membantah tuduhan genosida dan menyatakan bahwa operasi militernya menargetkan Hamas, bukan warga sipil Gaza.

Menanggapi pernyataan Lamola, juru bicara pemerintah Israel mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa warga Palestina boleh meninggalkan Gaza dan boleh kembali kapan pun mereka mau.

Namun, ia tidak menjelaskan bagaimana kelompok warga Palestina tersebut bisa sampai ke Afrika Selatan.

Satuan administrasi sipil militer Israel di Gaza, COGAT, menyatakan bahwa para warga Gaza itu berangkat setelah Israel menerima persetujuan dari negara ketiga yang tidak disebutkan namanya, serta setelah memastikan mereka memiliki visa yang sah.

Permintaan keberangkatan itu juga mencakup “dokumen yang mengonfirmasi otorisasi pendaratan di Afrika Selatan”.

Namun Lamola mengatakan bahwa menurut informasi sementara, dokumen-dokumen yang diwajibkan tidak dimiliki para penumpang, sehingga penyelidikan masih berlanjut.

Israel Longgarkan Aturan Keberangkatan dari Gaza

Pada Mei lalu, Reuters melaporkan bahwa Israel telah melonggarkan pembatasan bagi warga Palestina yang ingin keluar dari Gaza. Sekitar 1.000 orang telah dibawa dengan bus dari Gaza untuk kemudian terbang ke Eropa dan berbagai negara lain.

Keberangkatan mereka hanya diperbolehkan jika ada permintaan resmi dari pemerintah asing.

Dua warga Palestina yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka menemukan iklan online dari organisasi Al-Majd Europe, yang menawarkan kesempatan untuk keluar dari Gaza. Syaratnya: perjalanan hanya terbuka untuk keluarga dan pemohon harus memiliki paspor.

Baca Juga: ICJ Perintahkan Israel Penuhi Kebutuhan Dasar Warga Gaza

Reuters menghubungi Al-Majd Europe via email, namun belum menerima tanggapan.

Keduanya kemudian menerima pesan WhatsApp dari Al-Majd Europe bahwa izin keamanan telah diberikan. Mereka meninggalkan Gaza dengan bus melalui perlintasan Kerem Shalom dan diterbangkan dari Bandara Ramon. Mereka tiba di Afrika Selatan pada 13 November.

Kisah Warga Gaza yang Keluar: “Saya Pasien Kanker. Berapa Lama Lagi Harus Menunggu?”

Ramzi Abu Youssef, 42 tahun, pasien limfoma, mengatakan bahwa ia tidak mungkin menunggu evakuasi resmi karena membutuhkan perawatan segera.

“Saya harus pergi untuk pengobatan dan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya,” ujarnya dari Johannesburg.

Ia pergi bersama istrinya dan tiga anaknya yang berusia 8, 10, dan 12 tahun. Dua anak perempuannya sebelumnya tewas dalam serangan Israel pada Juni 2024 saat rumah mereka di Kamp Nuseirat hancur.

Warga Gaza kedua, yang meminta anonimitas, mengatakan keluarganya terpaksa meninggalkan Deir al-Balah setelah berulang kali mengungsi akibat serangan udara. Ia berangkat bersama istrinya dan dua anak mereka yang masih balita.

Kondisi Gaza Tetap Suram Meski Ada Gencatan Senjata

Keberangkatan para warga Palestina ini menyoroti kondisi kemanusiaan di Gaza yang tetap memprihatinkan, lebih dari satu bulan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata.

Baca Juga: Israel Lanjutkan Gencatan Senjata, 26 Warga Gaza Tewas dalam Serangan Balasan

Perang Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan yang dipimpin Hamas menyerang Israel selatan, membunuh 1.200 orang dan menculik 251 lainnya, menurut data Israel.

Sebagai balasan, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 69.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Tiba di Johannesburg Tanpa Cap Keberangkatan

Pesawat sewaan Global Airways dari Kenya yang membawa warga Palestina mendarat di Johannesburg pada 13 November. Otoritas perbatasan mengatakan bahwa penumpang tidak memiliki cap keberangkatan, tanpa tiket kembali, dan tanpa rincian akomodasi.

Abu Youssef mengatakan bahwa mereka menerima visa 90 hari. Sebagian pengungsi tinggal di hostel, sementara lainnya, termasuk dirinya, ditampung oleh komunitas Muslim setempat.

Sebanyak 23 orang dari rombongan tersebut kemudian melanjutkan perjalanan ke tujuan lain.

Selanjutnya: Pasar Kripto Ambles, Segelintir Kripto Ini Menempati Top Gainers

Menarik Dibaca: Pasar Kripto Ambles, Segelintir Kripto Ini Menempati Top Gainers




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×