Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Krisis ekonomi Sri Lanka, yang dipicu oleh kekurangan devisa yang parah, rendahnya pendapatan pajak dan tingginya hutang, telah menyebabkan biaya hidup melambung tinggi.
Inflasi naik menjadi 50,3% di bulan Maret, sementara inflasi makanan mencapai 47,6% dan pakaian dan alas kaki 73,7%.
Sri Lanka mendapatkan dana talangan IMF bulan lalu namun masih mencari cara untuk merestrukturisasi utang kepada kreditor bilateral dan pemegang obligasi.
Ekonomi negara ini menyusut 7,8% pada tahun 2022 dan Bank Dunia memperkirakan kontraksi 4,3% tahun ini.
Hinduma Vithanage, pemilik toko grosir pakaian Abee Tex, mengatakan bahwa penjualannya merupakan yang terburuk selama hampir 25 tahun dalam bisnis ini. Ia mempekerjakan 13 orang dan sedang berjuang untuk tetap bertahan.
Baca Juga: Inilah Kondisi Ekonomi 3 Negara Asia yang Jadi Pasien IMF, Seperti Apa?
"Kali ini kami hanya melakukan setengah dari penjualan biasanya," katanya. "Orang-orang tidak mampu membeli barang-barang baru bahkan untuk musim ini."
Sebuah gaun yang dijual dengan harga sekitar 900 rupee tahun lalu kini berharga 2.000 rupee, katanya. Tagihan listriknya melonjak 29.000 rupee per bulan menjadi 105.578 sekarang setelah kenaikan tarif yang besar. Biaya sewa naik 70%.
Peramal Chandani berharap keadaan akan membaik di tahun yang baru. "Tetapi saya rasa tidak akan membaik," katanya.