Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Namun keanggotaan BRICS juga merupakan cara untuk menunjukkan rasa frustrasi yang semakin meningkat terhadap tatanan internasional yang dipimpin AS dan lembaga-lembaga utama yang tetap berada dalam kendali negara-negara Barat, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
“Beberapa dari kita, termasuk orang-orang seperti saya, berpikir bahwa kita perlu menemukan solusi terhadap arsitektur keuangan dan ekonomi internasional yang tidak adil,” kata mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah dalam sebuah wawancara.
“Jadi BRICS mungkin akan menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan beberapa hal,” tambahnya.
Keberhasilan Putin dan Xi
Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, ketertarikan terhadap BRICS juga menunjukkan keberhasilan mereka dalam melawan upaya AS dan sekutunya untuk mengisolasi mereka secara lebih luas terkait perang di Ukraina dan ancaman militer terhadap Taiwan, Filipina, Korea Selatan, dan Jepang.
Negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia, dianggap sebagai negara yang ingin bergabung dengan BRICS tahun lalu, sebelum akhirnya Presiden Joko Widodo mengindikasikan bahwa dia tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Masih mengutip Bloomberg, meski begitu, momentum penambahan anggota baru terus berlanjut. Meskipun ada upaya AS dan Eropa untuk mencegah negara-negara tersebut berurusan dengan Moskow, perwakilan dari 12 negara non-anggota hadir pada Dialog BRICS di Rusia bulan ini.
Baca Juga: Kremlin: AS Memeras China Lewat Ancaman Sanksi atas Ekspor ke Rusia
Negara-negara tersebut termasuk musuh lama AS seperti Kuba dan Venezuela, serta negara-negara seperti Turki, Laos, Bangladesh, Sri Lanka, dan Kazakhstan.
Vietnam juga ikut hadir. Padahal, tahun lalu, Vietnam meningkatkan hubungan dengan Washington dalam sebuah langkah yang dipandang sebagai penolakan terhadap meningkatnya pengaruh Beijing di wilayah tersebut.
Hanoi telah mengikuti kemajuan kelompok tersebut dengan “ketertarikan yang besar,” seperti yang diungkapkan oleh lembaga penyiaran pemerintah Voice of Vietnam bulan lalu.
“Vietnam selalu siap untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif pada mekanisme multilateral global dan regional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Pham Thu Hang saat itu.
Vietnam menyambut kedatangan pemimpin Rusia minggu ini meskipun ada keberatan keras dari AS dengan alasan bahwa tidak ada negara yang boleh memberikan platform kepada Putin untuk mempromosikan perang agresinya di Ukraina.
Baca Juga: Rusia Kian Gencar Lakukan Dedolarisasi, Ini Buktinya
Vietnam dan Rusia memiliki hubungan sejak Perang Dingin dan era Soviet.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir perundingan, Rusia menyambut baik partisipasi Vietnam dalam dialog awal bulan ini dan mengatakan mereka akan terus memperkuat hubungan antara negara-negara BRICS dan negara-negara berkembang, termasuk Vietnam.