kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Xi dan Putin Cetak Skor, Semakin Banyak Negara Asia yang Ingin Gabung dengan BRICS


Minggu, 23 Juni 2024 / 05:45 WIB
Xi dan Putin Cetak Skor, Semakin Banyak Negara Asia yang Ingin Gabung dengan BRICS
ILUSTRASI. Sejumlah negara di Asia tertarik untuk ikut bergabung dalam blok ekonomi BRICS. Sputnik/Pavel Byrkin/Kremlin via REUTERS


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Pamor BRICS semakin mentereng. Terbukti, sejumlah negara di Asia tertarik untuk ikut bergabung dalam blok ekonomi ini. 

Teranyar, berdasarkan laporan Reuters, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam sebuah wawancara dengan media China, Guancha, mengatakan saat ini Malaysia sedang bersiap untuk bergabung dengan kelompok negara berkembang BRICS.

“Kami sudah mengambil keputusan, kami akan segera menerapkan prosedur formalnya. Kami tinggal menunggu hasil akhir dari pemerintah di Afrika Selatan,” kata Anwar, menurut video wawancara yang diposting Guancha pada Minggu.

Perwakilan dari kantor Anwar pada hari Selasa membenarkan pernyataannya kepada Reuters.

Saat wawancara, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang proses lamaran menjadi anggota.

Sebelumnya, Thailand juga sudah mengutarakan niatnya untuk menjadi anggota kelompok BRICS pada pertemuan puncak organisasi tersebut berikutnya di Rusia pada bulan Oktober. 

Menurut juru bicara kementerian luar negeri Nikorndej Balankura kepada Reuters, negara Asia Tenggara tersebut mengajukan permintaan resmi untuk bergabung dalam pertemuan tingkat menteri BRICS seminggu yang lalu.

Baca Juga: Kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Vietnam Memicu Kecaman dari AS

“Kami berharap mendapat tanggapan positif dan diterima menjadi anggota BRICS segera setelah KTT berikutnya diadakan di Rusia,” ujarnya.

Kelompok negara BRICS awalnya mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Namun pada tahun lalu, kelompok ini mulai memperluas keanggotaannya untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh perekonomian Barat. 

Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina dan Uni Emirat Arab bergabung sebagai anggota terbaru dan lebih dari 40 negara menyatakan minatnya untuk menyusul.

Melansir Bloomberg, bagi negara-negara yang ingin memitigasi risiko ekonomi akibat semakin ketatnya persaingan AS-China, bergabung dengan BRICS merupakan upaya untuk mengatasi ketegangan tersebut. 

Di Asia Tenggara, banyak negara yang secara ekonomi bergantung pada perdagangan dengan China. Pada saat yang sama mereka juga menyambut baik kehadiran keamanan dan investasi yang diberikan oleh Washington.

Baca Juga: Turki Ingin Gabung ke BRICS? Ini Tanggapan Rusia

Namun keanggotaan BRICS juga merupakan cara untuk menunjukkan rasa frustrasi yang semakin meningkat terhadap tatanan internasional yang dipimpin AS dan lembaga-lembaga utama yang tetap berada dalam kendali negara-negara Barat, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

“Beberapa dari kita, termasuk orang-orang seperti saya, berpikir bahwa kita perlu menemukan solusi terhadap arsitektur keuangan dan ekonomi internasional yang tidak adil,” kata mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah dalam sebuah wawancara. 

“Jadi BRICS mungkin akan menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan beberapa hal,” tambahnya.

Keberhasilan Putin dan Xi

Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, ketertarikan terhadap BRICS juga menunjukkan keberhasilan mereka dalam melawan upaya AS dan sekutunya untuk mengisolasi mereka secara lebih luas terkait perang di Ukraina dan ancaman militer terhadap Taiwan, Filipina, Korea Selatan, dan Jepang. 

Negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia, dianggap sebagai negara yang ingin bergabung dengan BRICS tahun lalu, sebelum akhirnya Presiden Joko Widodo mengindikasikan bahwa dia tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan.

Masih mengutip Bloomberg, meski begitu, momentum penambahan anggota baru terus berlanjut. Meskipun ada upaya AS dan Eropa untuk mencegah negara-negara tersebut berurusan dengan Moskow, perwakilan dari 12 negara non-anggota hadir pada Dialog BRICS di Rusia bulan ini. 

Baca Juga: Kremlin: AS Memeras China Lewat Ancaman Sanksi atas Ekspor ke Rusia

Negara-negara tersebut termasuk musuh lama AS seperti Kuba dan Venezuela, serta negara-negara seperti Turki, Laos, Bangladesh, Sri Lanka, dan Kazakhstan.

Vietnam juga ikut hadir. Padahal, tahun lalu, Vietnam meningkatkan hubungan dengan Washington dalam sebuah langkah yang dipandang sebagai penolakan terhadap meningkatnya pengaruh Beijing di wilayah tersebut. 

Hanoi telah mengikuti kemajuan kelompok tersebut dengan “ketertarikan yang besar,” seperti yang diungkapkan oleh lembaga penyiaran pemerintah Voice of Vietnam bulan lalu.

“Vietnam selalu siap untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif pada mekanisme multilateral global dan regional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Pham Thu Hang saat itu.

Vietnam menyambut kedatangan pemimpin Rusia minggu ini meskipun ada keberatan keras dari AS dengan alasan bahwa tidak ada negara yang boleh memberikan platform kepada Putin untuk mempromosikan perang agresinya di Ukraina. 

Baca Juga: Rusia Kian Gencar Lakukan Dedolarisasi, Ini Buktinya

Vietnam dan Rusia memiliki hubungan sejak Perang Dingin dan era Soviet.

Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir perundingan, Rusia menyambut baik partisipasi Vietnam dalam dialog awal bulan ini dan mengatakan mereka akan terus memperkuat hubungan antara negara-negara BRICS dan negara-negara berkembang, termasuk Vietnam.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×