Sumber: Euronews | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Militer Israel mengumumkan rencana untuk menguasai hingga 75% wilayah Jalur Gaza dalam waktu dua bulan mendatang, menurut laporan media lokal pada Minggu (25/5).
Rencana ini merupakan bagian dari perluasan ofensif militer Israel yang disebut sebagai upaya untuk menekan Hamas agar membebaskan para sandera Israel yang tersisa.
Strategi Baru: Bukan Lagi Perang Melawan Hamas, Melainkan Penguasaan Wilayah
Dalam pengumuman terbaru, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa tujuan utama operasi militer di Gaza telah berubah. Fokus bukan lagi hanya memerangi Hamas, tetapi juga mencakup pendudukan wilayah, pengendalian distribusi bantuan makanan, dan penghancuran infrastruktur kelompok militan tersebut.
Militer Israel mengatakan akan mulai menerapkan mekanisme baru untuk pengiriman bantuan mulai Senin ini. Sebagai bagian dari strategi tersebut, populasi Palestina di Gaza akan dipaksa berpindah ke tiga zona kecil yang telah ditentukan, sementara pasukan Israel akan menduduki tiga perempat wilayah lainnya.
Baca Juga: Iran Peringatkan Israel dan AS terhadap Serangan ke Fasilitas Nuklirnya
Penolakan terhadap Usulan Hamas dan Tekanan Internasional
Sebelumnya, Hamas menyatakan kesediaannya untuk membebaskan para sandera dengan syarat gencatan senjata permanen dan penarikan penuh militer Israel dari Gaza.
Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak tuntutan tersebut dan menegaskan bahwa Israel berencana untuk "menguasai seluruh wilayah Gaza" serta membentuk sistem distribusi bantuan yang memotong jalur kekuasaan Hamas.
Penolakan terhadap permintaan Hamas dan pengumuman rencana pendudukan besar-besaran ini datang di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel. Selama hampir tiga bulan, Israel memblokir masuknya makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Gaza, yang mengakibatkan krisis kemanusiaan dan meningkatnya risiko kelaparan.
Mekanisme Bantuan Baru Didukung AS, Namun Dipertanyakan
Israel juga tengah menjalankan rencana baru yang didukung oleh Amerika Serikat untuk mengendalikan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun, inisiatif ini menghadapi hambatan besar setelah pejabat AS yang memimpin program tersebut mengundurkan diri pada Minggu.
Ia menyatakan bahwa organisasinya tidak diberi kewenangan untuk beroperasi secara independen, sebagaimana yang dijanjikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya menolak terlibat dalam rencana bantuan versi AS karena dinilai tidak netral, tidak independen, dan tidak imparsial.
Baca Juga: Penembakan Tragis Terhadap Staf Kedutaan Israel di Washington DC, Trump Angkat Bicara
Korban Sipil Terus Bertambah
Dalam 24 jam terakhir, serangan udara Israel dilaporkan menewaskan sedikitnya 38 orang, termasuk anak-anak, menurut pejabat kesehatan setempat. Jumlah tersebut belum mencakup korban di wilayah utara Gaza yang hancur dan hingga kini tidak dapat diakses karena dikepung pasukan Israel.
Organisasi kemanusiaan dan badan PBB terus memperingatkan bahwa jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza masih jauh dari cukup untuk mengatasi kebutuhan mendesak jutaan warga yang terdampak konflik.