Sumber: Kompas.com | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsulat Jenderal RI di Hong Kong mengatakan, dua pekerja rumah tangga asal Indonesia meninggal dunia dalam kebakaran kompleks apartemen Wang Fuk Court di Tai Po.
Dikutip dari The Independent, Kamis (27/11/2025), dua WNI lainnya juga mengalami luka-luka dan kini sedang menjalani perawatan.
Departemen Pemadam Kebakaran Hong Kong mengatakan, jumlah korban akibat kebakaran apartemen telah meningkat menjadi 55 orang. Hingga Kamis (27/11/2025), identitas para korban masih dalam proses verifikasi karena skala kerusakan yang luas.
Baca Juga: Bakal IPO di Hongkong, WeRide Targetkan Raup Dana Sekitar US$ 308 Juta
Tragedi ini memicu seruan investigasi menyeluruh, terutama terkait kecepatan penyebaran api dan kondisi renovasi gedung pada saat kebakaran terjadi.
Kebakaran ini disebut menjadi salah satu insiden paling mematikan di Hong Kong dalam tiga dekade terakhir.
Menurut The Guardian, Kamis (27/11/2025), skala korban jauh lebih besar dari perkiraan awal. Hingga kini, sekitar 279 penghuni masih dinyatakan hilang, membuat operasi pencarian dan penyelamatan berlangsung tanpa henti. Tak hanya itu, sekitar 900 warga harus mengungsi ke pusat penampungan terdekat setelah kompleks dengan delapan menara tersebut hangus selama lebih dari 15 jam.
Perancah bambu
Dilansir dari BBC, Kamis (27/11/2025), sejumlah pakar keselamatan menilai, struktur perancah bambu diduga berperan besar dalam mempercepat penyebaran api di kompleks Wang Fuk Court. Temuan ini mencuat bersamaan dengan penangkapan tiga eksekutif perusahaan konstruksi yang diduga bertanggung jawab atas penggunaan material mudah terbakar, seperti jaring dan lembaran plastik, yang diyakini membuat api menjalar lebih cepat. Kebakaran tersebut telah dinaikkan ke tingkat lima, level tertinggi dalam sistem klasifikasi Hong Kong.
Menurut Profesor Jiang Liming dari Hong Kong Polytechnic University, rumpun perancah bambu yang saling terhubung antarblok apartemen bekerja bak “jembatan api”. Perancah bambu tersebut memungkinkan kobaran dengan cepat merambat dari satu gedung ke gedung lain hingga menimbulkan banyak korban.
Perancah bambu memang sudah lama menjadi bagian dari lanskap konstruksi Hong Kong. Namun, otoritas setempat baru-baru ini mengumumkan rencana menggantinya secara bertahap dengan perancah baja yang lebih tahan api.
Jiang menambahkan, kondisi bangunan Wang Fuk Court yang dibangun pada 1980-an turut memperburuk situasi. Jendela-jendela lama dengan kaca tunggal dinilai tidak cukup kuat menahan panas tinggi.
“Berbeda dari jendela berlapis ganda di gedung modern, kaca tunggal ini mudah pecah ketika terpapar api, sehingga kobaran dapat menembus fasad dengan cepat,” ujarnya.













