Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KAIRO. Serangan udara dan tembakan pasukan Israel menewaskan sedikitnya 30 orang di Jalur Gaza pada Rabu (18/6), menurut otoritas kesehatan setempat.
Di tengah meningkatnya eskalasi perang udara antara Israel dan Iran, sejumlah warga Palestina di Gaza mengeluhkan bahwa penderitaan mereka kini luput dari perhatian dunia.
Korban tewas termasuk mereka yang menjadi bagian dari deretan warga Palestina yang hampir setiap hari tewas saat mencoba mendapatkan bantuan, sejak Israel sebagian mencabut blokade total terhadap Gaza yang telah diberlakukan selama hampir tiga bulan.
Baca Juga: Gejolak Geopolitik Timur Tengah Berlanjut, Sinyal Bahaya bagi Indonesia?
Petugas medis mengatakan serangan udara terpisah yang menghantam rumah-rumah di kamp pengungsi Maghazi dan lingkungan Zeitoun di Gaza tengah dan utara menewaskan sedikitnya 14 orang.
Sementara lima orang lainnya tewas akibat serangan udara terhadap kamp tenda di Khan Younis, Gaza selatan.
Sebanyak 11 warga lainnya dilaporkan tewas akibat tembakan Israel yang menyasar kerumunan pengungsi yang sedang menunggu truk bantuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di sepanjang jalan Salahuddin di Gaza tengah.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan sedang menyelidiki laporan kematian warga sipil yang menunggu bantuan makanan.
Mengenai serangan lainnya, IDF mengklaim bahwa pihaknya "beroperasi untuk melumpuhkan kemampuan militer Hamas" dan telah mengambil "langkah pencegahan yang layak untuk meminimalkan korban sipil."
Pada Selasa (17/6), Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sebanyak 397 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 3.000 lainnya terluka saat berusaha mendapatkan bantuan makanan sejak pengiriman bantuan kembali dimulai pada akhir Mei lalu.
Baca Juga: Tank Israel Tewaskan 59 Warga Gaza yang Sedang Menunggu Bantuan Makanan
Beberapa warga Gaza menyuarakan kekhawatiran bahwa eskalasi terbaru dalam perang antara Israel dan Hamas yang dimulai sejak Oktober 2023 kini terlupakan, seiring fokus dunia beralih pada konflik Israel-Iran yang telah berlangsung selama lima hari terakhir.
“Orang-orang dibantai di Gaza siang dan malam, tapi perhatian dunia kini tertuju pada perang antara Iran dan Israel. Gaza nyaris tak diberitakan lagi,” kata Adel, warga Kota Gaza.
“Siapa yang tidak mati karena bom Israel, mati karena kelaparan. Setiap hari orang mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan makanan, tapi akhirnya malah terbunuh dan darah mereka membasahi karung tepung yang mereka kira berhasil mereka dapatkan,” ujarnya kepada Reuters melalui aplikasi pesan.
‘TERLUPAKAN’
Israel kini menyalurkan sebagian besar bantuan ke Gaza melalui Gaza Humanitarian Foundation, sebuah kelompok baru yang didukung AS dan Israel.
Yayasan ini mengoperasikan sejumlah titik distribusi di wilayah yang dijaga pasukan Israel.
Pemerintah Israel menyatakan akan terus mengizinkan bantuan masuk ke Gaza yang berpenduduk lebih dari dua juta jiwa, namun menegaskan bahwa bantuan tidak boleh jatuh ke tangan Hamas.
Baca Juga: Ribuan Orang Mengungsi dari Teheran, Trump Pertimbangkan Ikut Israel Serang Iran
Hamas membantah merebut bantuan tersebut dan menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata untuk menekan warga Gaza.
Perang di Gaza dipicu oleh serangan militan yang dipimpin Hamas ke wilayah Israel pada Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut sekutu-sekutu Israel.
Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran ke Gaza yang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, telah menewaskan hampir 55.000 warga Palestina.
Memaksa hampir seluruh penduduknya mengungsi, dan menciptakan krisis kelaparan yang parah.
Serangan ini telah memunculkan tudingan kejahatan perang dan genosida terhadap Israel, tudingan yang dibantah oleh pemerintah Israel.
Warga Gaza juga mengikuti perkembangan konflik antara Israel dan Iran yang selama ini menjadi pendukung utama Hamas dengan penuh perhatian.
“Mungkin kami merasa senang melihat Israel dihantam rudal Iran, tapi pada akhirnya, setiap hari tambahan dalam perang ini berarti lebih banyak nyawa tak berdosa yang melayang,” ujar Shaban Abed, seorang ayah lima anak dari Gaza utara yang berusia 47 tahun.
“Kami hanya berharap ada solusi menyeluruh untuk mengakhiri perang di Gaza juga. Kami sedang dilupakan,” pungkasnya.