Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen Selasa (5/7/2022), Sri Lanka sudah menjadi negara bangkrut dan penderitaan akut dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akan bertahan hingga setidaknya akhir tahun depan.
Melansir Channel News Asia, negara kepulauan yang berpenduduk 22 juta orang itu telah mengalami inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan setelah pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital.
Wickremesinghe mengatakan negara yang pernah makmur itu akan mengalami resesi yang dalam tahun ini dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan akan terus berlanjut.
"Kami juga harus menghadapi kesulitan pada 2023," kata perdana menteri. "Inilah kebenarannya. Inilah kenyataannya."
Kondisi itu membuat negara dan penduduk Sri Lanka mengalami banyak kesulitan, khususnya terkait pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Misalnya kesulitan mendapatkan obat-obatan, bahan bakar, bahan pangan, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Selain Sri Lanka, Dua Negara Tetangga Indonesia Ini Terancam Bangkrut
Sulitnya kondisi Sri Lanka saat ini membuat penduduk marah, menuntut presiden mundur, bahkan melakukan sejumlah akurasi protes termasuk memaksa masuk dan menguasai kediaman mewah presiden.
Lantas, apa sesungguhnya yang akan terjadi pada sebuah negara yang bangkrut?
Jika negara bangkrut
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, menjelaskan kondisi keuangan negara yang alami kebangkrutan.
"Kebangkrutan adalah kondisi di mana suatu negara tidak mampu lagi membayar bunga utang dan tidak ada kreditur yang mau memberikan pinjaman baru," kata Bhima kepada Kompas.com, Senin (11/7/2022).
"Contohnya Sri Lanka, sudah tidak bisa lagi bayar kewajiban utangnya, sehingga minta di-bailout (disuntik dana bantuan) oleh IMF. Itu berarti secara teknikal dianggap bangkrut atau gagal bayar default," lanjut dia.
Kebangkrutan ini membawa begitu banyak dampak, baik bagi negara secara sebuah lembaga, maupun bagi masyarakat yang ada di dalamnya.
Baca Juga: Menlu AS Menyebut Ada Peran Rusia dalam Kekacauan dan Krisis di Sri Lanka
Bhima menyebutkan setidaknya ada 5 imbas yang akan terjadi dari negara yang bangkrut. Pertama, akan terjadi panic buying.
"Krisis pangan membuat masyarakat melakukan panic buying dan penimbunan yang memberikan efek kelangkaan di berbagai tempat," ujar Bhima.
Kedua, kebangkrutan juga akan memengaruhi kekuatan mata uang negara. Mata uang tak lagi memiliki nilai. Pelaku usaha dan masyarakat pun akan hilang kepercayaan terhadap kekuatan mata uang negara yang bangkrut itu.
"Maka proses barter atau pertukaran barang akan menggantikan transaksi dengan mata uang. Muncul juga transaksi di pasar gelap dan di perbatasan dengan negara lain," sebut dia.
Ranah selanjutnya yang juga terdampak adalah ranah politik. Politik pemerintahan suatu negara yang bangkrut dikatakan tidak akan stabil dan bakalan memiliki banyak konflik di seluruh lapisan pemerintahan.
Keempat, negara yang bangkrut akan kesulitan mendapatkan kepercayaan dari pihak kreditur.
"Kepercayaan kreditur hilang, membuat suku bunga naik signifikan (kini suku bunga Sri Lanka 15 persen), sehingga mempersulit pelaku usaha dan pemerintah mendapat pendanaan baru," tutur Bhima.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Sri Lanka Bersumpah Tak Akan Berhenti Hingga Presiden dan PM Mundur
Terakhir, kebangkrutan akan membuat munculnya gelombang eksodus atau melarikan diri ke wilayah negara lain demi mendapatkan kehidupan yang lebih laik.
"Eksodus ini punya dampak permanen ke masa depan ekonomi, karena hilangnya talenta atau SDM untuk membangun kembali perekonomian," kata Bhima.
Bisakah kondisi bangkrut membaik, atau negara bangkrut kembali bangkit?
Meski sulit, Bhima mengatakan bahwa negara yang alami kebangrutan bisa saja kembali bangkit arah setidaknya kembali pulih.
"Bisa, tapi recover-nya tentu butuh waktu lama," ujarnya.
Dalam proses menuju bangkit ini, negara yang bangkrut dipastikan akan kehilangan kekuatan dan tidak memiliki daya tawar. Sehingga negara harus patuh dan tunduk terhadap pihak eksternal yang akan membantu kebangkitan ekonominya.
"Akan tunduk pada resep dari IMF. Ujungnya mulai dari menjual aset BUMN atau menggadaikan konsesi izin usaha dan kekayaan SDA kepada asing," pungkas Bhima.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa yang Akan Terjadi pada Negara Bangkrut seperti Sri Lanka?"
Penulis : Luthfia Ayu Azanella
Editor : Inten Esti Pratiwi