Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - LONDON. Hingga 50.000 perawat diperkirakan dapat meninggalkan Inggris akibat proposal kebijakan imigrasi baru yang dicanangkan pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer, menurut temuan penelitian terbaru.
Jika terjadi, langkah ini dapat menjerumuskan NHS ke dalam krisis tenaga kerja terbesar dalam sejarahnya.
Starmer berjanji menurunkan angka migrasi bersih dengan memperketat aturan bagi pendatang, termasuk rencana memperpanjang masa tunggu untuk pengajuan izin tinggal tetap (ILR) dari 5 tahun menjadi 10 tahun. Selain itu, pemerintah berencana:
-
menaikkan syarat keterampilan pekerja asing ke tingkat sarjana,
-
memperketat standar kemampuan bahasa Inggris untuk semua jenis visa, termasuk visa tanggungan.
Kebijakan ini dipandang sebagai respons politik terhadap meningkatnya dukungan untuk Partai Reform UK pimpinan Nigel Farage. Konsultasi publik mengenai proposal tersebut diperkirakan akan dimulai dalam waktu dekat.
Pemimpin Keperawatan: “Tidak Bermoral” dan “Memperlakukan Perawat Migran sebagai Komoditas Politik”
Para pemimpin keperawatan menyebut rencana ini tidak bermoral serta memperlakukan tenaga kesehatan terampil sebagai “bola politik”. Mereka memperingatkan bahwa eksodus massal perawat akan mengancam keselamatan pasien dan menggagalkan upaya pemerintah mengurangi waktu tunggu layanan medis.
Baca Juga: Inflasi Inggris Mulai Turun ke Level 3,6% di Oktober 2025
Menurut Royal College of Nursing (RCN), yang melakukan survei terhadap lebih dari 5.000 perawat migran, proposal tersebut telah menimbulkan keresahan mendalam di kalangan pekerja NHS dan tenaga perawatan sosial internasional.
Dampak Signifikan bagi Tenaga Kesehatan
Saat ini terdapat lebih dari 200.000 perawat internasional, sekitar 25% dari total tenaga keperawatan Inggris yang berjumlah 794.000 orang.
Pemerintah memperkirakan 76.876 tenaga kesehatan yang memperoleh visa sejak 2021 sebelumnya berhak mengajukan ILR setelah 5 tahun. Namun kini masa tunggu 10 tahun membuat masa depan mereka tidak menentu.
Menurut survei RCN:
-
60% responden yang belum memiliki ILR mengatakan perubahan ini sangat mungkin memengaruhi keputusan mereka untuk tetap tinggal di Inggris.
-
Angka tersebut setara dengan lebih dari 46.000 perawat yang bisa memutuskan hengkang secara permanen.
Risiko Besar terhadap Layanan Kesehatan
Prof Nicola Ranger, Sekretaris Jenderal dan CEO RCN, menegaskan bahwa kebijakan itu akan berdampak buruk pada sistem kesehatan Inggris.
“Proposal ini tidak hanya tidak bermoral, tetapi juga berbahaya bagi pasien. Tidak ada menteri yang peduli pada keberhasilan sistem kesehatan yang akan mendukung perpanjangan masa kualifikasi ILR,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut dapat memperdalam krisis tenaga kerja NHS, mengancam keselamatan pasien, serta menggagalkan upaya mengurangi antrean perawatan.
Baca Juga: Ketegangan AS–Inggris Meningkat Gara-gara Reaktor Nuklir Wales, Ada Apa?
Ranger juga menyebut kebijakan ini sebagai bentuk “pengkhianatan” terhadap tenaga kesehatan migran, banyak dari mereka datang ke Inggris selama pandemi Covid-19, berjuang di garis terdepan, dan kini menghadapi ketidakpastian masa depan.
“Ini bukan cara untuk membalas pengorbanan mereka. Rekan internasional kami pantas mendapatkan kepastian, bukan dijadikan alat politik dan dibiarkan tanpa akses dukungan negara meski mereka bekerja di layanan publik dan membayar pajak,” tambahnya.
Tanpa ILR, perawat migran tidak dapat dengan mudah berpindah pekerjaan karena visa mereka mengikat pada satu pemberi kerja. Ranger mengatakan kondisi ini telah menyebabkan eksploitasi di sektor perawatan sosial, sebuah masalah yang bisa semakin parah jika aturan baru diberlakukan.













