kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

70 tahun Perang Korea, veteran Korsel: Perang belum berakhir, mimpi buruk menghantui


Jumat, 26 Juni 2020 / 07:15 WIB
70 tahun Perang Korea, veteran Korsel: Perang belum berakhir, mimpi buruk menghantui
ILUSTRASI. Ledakan di kantor penghubung Korea di wilayah Korea Utara. KCNA via REUTERS


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - SEOUL. Tujuh puluh tahun setelah Perang Korea berkobar, prospek perjanjian damai yang secara resmi bisa mengakhiri konflik kedua negara masih jauh dari pandangan.

Asal tahu saja, Perang Korea yang terjadi pada periode 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Ini artinya, pasukan PBB yang dipimpin AS secara teknis masih berperang melawan Korea Utara.

Melansir Reuters, para pemimpin Korea Selatan pada tahun 1953 menentang gagasan gencatan senjata yang membuat semenanjung itu terbelah dan tidak mau menandatangani perjanjian gencatan senjata.

Baca Juga: Korea Utara menunda aksi militer terhadap Korea Selatan, mengapa?

Memperingati hal ini, para veteran perang Korea Selatan berkumpul, termasuk digelarnya satu acara di mana Presiden AS Donald Trump dan para pemimpin internasional lainnya menyampaikan pesan lewat video.

"Perang belum berakhir dan saya tidak berpikir perdamaian akan datang ketika saya masih hidup," kata veteran berusia 89 tahun Kim Yeong-ho, yang menghadiri sebuah acara di kota perbatasan Korea Selatan, Cheorwon. "Mimpi buruk masih terus menghantui saya setiap hari."

Baca Juga: Kim Jong Un tunda rencana aksi militer terhadap Korea Selatan

Sementara itu, Korea Utara merilis 5.500 laporan yang menyalahkan Amerika Serikat karena memulai perang, melakukan kekejaman dan mempertahankan kebijakan bermusuhan selama puluhan tahun yang membuat Pyongyang tidak punya pilihan selain menggeber senjata nuklirnya sendiri.

"Selama Amerika Serikat berpegang teguh pada kebijakan bermusuhan patologis dan lazim terhadap Korea Utara, kami akan terus membangun kekuatan kami untuk menahan ancaman nuklir terus-menerus dari AS," demikian pernyataan dari Institut Perlucutan Senjata dan Perdamaian Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam laporan, yang dirilis oleh media pemerintah.

Sebenarnya, muncul harapan perang akan berakhir pada dua tahun lalu. Pada waktu itu, digelar pertemuan diplomasi antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan presiden Amerika Serikat, pesiden Korea Selatan, dan presiden China.

Baca Juga: Kian panas, Korea Selatan siapkan aksi militer atas upaya propaganda Korea Utara

Sayangnya, serangkaian pertemuan lanjutan dan pembicaraan tingkat kerja gagal menutup kesenjangan. Bahkan, Korea Utara terus mengambil langkah konfrontatif, dengan melanjutkan peluncuran rudal jarak pendek, meledakkan kantor penghubung antar-Korea dan memutuskan saluran komunikasi dengan Korea Selatan.

Pada hari Rabu, Korea Utara mengatakan telah memutuskan untuk menangguhkan rencana tindakan militer yang tidak ditentukan terhadap Korea Selatan, tetapi memperingatkan negara tersebut untuk berpikir dan berperilaku bijak.

Baca Juga: Trump disebut pernah ancam tarik pasukan AS jika Korea Selatan tak bayar US$ 5 miliar

Pada acara peringatan 70 tahun Perang Korea, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan, meskipun militer Korea Selatan siap untuk menghadapi ancaman apa pun, Seoul tidak ingin memaksakan sistem politik atau ekonominya di Korea Utara.

"Kami akan terus mencari rute yang saling menguntungkan bagi kedua Korea melalui perdamaian," katanya. "Sebelum berbicara tentang penyatuan, saya harap kita bisa menjadi tetangga yang ramah dulu."

Baca Juga: Respons propaganda Korea Utara, Korea Selatan siapkan aksi militer

Sejarawan memperkirakan, Perang Korea mungkin telah menyebabkan 1 juta kematian militer dan menewaskan beberapa juta warga sipil. Ribuan keluarga terpisah saat Zona Demiliterisasi (DMZ) yang dijaga sangat ketat memotong semenanjung menjadi dua.

Terlepas dari kekhawatiran dari banyak orang di Amerika Serikat, para pejabat Korea Selatan mendorong lebih keras untuk mengakhiri pengaturan gencatan senjata.

Baca Juga: Kim Jong Un disebut pernah menertawakan Donal Trump

"Sudah saatnya bagi Korea untuk menjadi pusat perhatian dalam menjaga perdamaian dan keamanannya sendiri ...," kata Wakil Menteri Korea Selatan Cho Sei-young, Rabu.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×