Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
Sedangkan aktivitas manufaktur Jepang turun selama empat bulan berturut-turut pada bulan Agustus. Ini mengindikasikan prospek yang semakin gelap untuk negara ekonomi terbesar ketiga di dunia. Ekspor Negeri Sakura ini merosot untuk bulan kedelapan di bulan Juli karena penjualan China yang merosot.
Jepang juga kemungkinan akan mulai kehilangan dukungan dari konsumsi dan belanja modal dari dalam negerinya. Berakhirnya konstruksi untuk kebutuhan Olimpiade Tokyo 2020 dan kenaikan pajak penjualan terjadwal pada Oktober diperkirakan akan mengurangi volume produksi dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: Pengamat: Tak ada yang bisa jauh-jauh, China adalah pasar dunia
Tanda-tanda pelemahan permintaan domestik dapat menambah tekanan pada Bank Sentral Jepang untuk meningkatkan stimulus pada tinjauan suku bunga pada 18-19 September, mengikuti keputusan suku bunga Bank Sentral Eropa dan Federal Reserve AS.
"Perang perdagangan AS-China meningkat dan kami juga melihat ketegangan meningkat antara Washington dan Eropa yang dapat menyebabkan ekonomi global goyah. Jepang dapat meluncur ke resesi sekitar waktu kenaikan pajak penjualan berlaku," kata Yoshimasa Maruyama, kepala ekonom pasar SMBC Nikko Securities.
Aktivitas pabrik Korea Selatan juga menyusut karena pabrikan merasakan kesulitan tidak hanya dari perang dagang AS-China tetapi juga akibat pertikaian diplomatik yang meningkat dengan Jepang.
Ekspor negara itu jatuh pada bulan Agustus selama sembilan bulan berturut-turut karena permintaan yang lesu dari China sebagai pembeli terbesarnya dan harga chip komputer yang tertekan secara global.
Baca Juga: Jack Ma punya buku yang kerap ia bawa setiap hari, apa itu?
Data ini akan memperkuat dorongan bagi Bank Sentral Korea Selatan melakukan pelonggaran tambahan setelah penurunan suku bunga secara mengejutkan pada Juli lalu.