Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Amerika Serikat (AS) mencari cara untuk menggeser dominasi China dalam rantai pasok sektor mineral kritis. Untuk itu, AS menggandeng Australia dengan memberi suntikan dana.
Dalam kesepakatan yang ditandatangani Senin (20/10), AS dan Australia sepakat menggelontorkan dana gabungan sebesar US$ 3 miliar untuk penambangan dan pengolahan mineral kritis. Kesepakatan ini mencakup penetapan harga dasar sesuai keinginan penambang.
Pembiayaan itu juga mencakup hak offtake alias pengambilan hasil tambang yang jadi bagian dari perjanjian.
Baca Juga: Penutupan Pemerintahan AS Diperkirakan Berakhir Pekan Ini
Gedung Putih menyebut investasi di Australia akan membuka potensi cadangan mineral kritis US$ 53 miliar. "Dalam setahun, kami akan memiliki begitu banyak mineral kritis dan unsur tanah jarang, sampai kalian tidak tahu harus berbuat apa," kata Donald Trump, Presiden AS.
Daya tarik
Para pakar industri pertambangan global menilai kesepakatan itu akan membuka peluang investasi baru. Dylan Kelly, analis utama Terra Capital, menilai, kesepakatan tersebut meningkatkan daya tarik investasi di Australia.
Perusahaan tambang di Australia langsung memetik berkah. Bank Ekspor-Impor AS mengirim tujuh surat minat senilai lebih dari US$ 2,2 miliar ke sejumlah penambang Australia, seperti Arafura Rare Earths. CEO Arafura Daryl Cuzzubbo bilang, proyek di Australia Barat butuh pendanaan US$ 800 juta
Namun pakar meragukan proyek ini siap dalam waktu dekat. "Target untuk berbagai proyek agar siap bahkan pada 2027, sudah sangat ambisius dan tidak realistis," kata Dan Morgan, analis Barrenjoey. Menurut dia, proyek ini mungkin baru bisa terwujud dalam lima sampai tujuh tahun.
China saat ini menguasai 90% kapasitas pemurnian tanah jarang dunia, yang sangat penting bagi industri energi bersih, pertahanan, dan otomotif. Menurut catatan Goldman Sachs, China juga mengendalikan 69% penambangan tanah jarang global dan 98% manufaktur magnet. Meski mineral langka cukup umum di kerak bumi, China unggul dalam proses pemurnian dengan biaya relatif murah.
Harga NdPr oxide, tanah jarang paling populer sempat melonjak 40% jadi US$ 88 per kg pada Agustus, sebelum turun ke US$ 71 kg saat ini. Industri berharap otoritas memberlakukan harga dasar agar skala ekonomi terjaga.