Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING/BRUSSELS. Ketegangan perang dagang global kembali memanas. Pemerintah China resmi menaikkan tarif impor terhadap barang-barang asal Amerika Serikat (AS) menjadi 84% mulai Kamis (10/4), melonjak tajam dari sebelumnya 34%.
Langkah ini merupakan respons langsung terhadap kebijakan tarif “resiprokal” Presiden AS Donald Trump yang mulai berlaku Rabu (9/4).
Sebelumnya, Trump memberlakukan tarif masif hingga 104% atas barang-barang asal China.
Baca Juga: Tarif Trump Mulai Berlaku, Uni Eropa dan China Siapkan Serangan Balik
Tak hanya itu, puluhan negara lain juga ikut terkena dampak dari gelombang proteksionisme baru ini. Uni Eropa pun dikabarkan tengah menyiapkan tindakan balasan serupa.
Tarif-tarif baru dari Trump telah mengguncang tatanan perdagangan global yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Investor global mulai panik, pasar saham anjlok, dan nilai kapitalisasi pasar perusahaan-perusahaan besar menyusut hingga triliunan dolar AS.
Indeks S&P 500 bahkan mencatat penurunan terdalam sejak indeks ini pertama kali dibuat pada era 1950-an—mendekati zona bear market, yaitu penurunan 20% dari level tertingginya.
Mata uang yuan juga mendapat tekanan hebat. Kurs offshore yuan mencetak rekor terendah akibat kebijakan tarif, meskipun bank sentral China telah meminta bank-bank milik negara untuk menahan pembelian dolar AS dan mencegah depresiasi tajam mata uangnya.
Baca Juga: Tesla Jadi Sasaran Hinaan Penasihat Trump, Elon Musk Naik Pitam!
Perang Dagang Semakin Panas
Dalam pernyataan resmi yang dikirimkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), China menuduh tarif AS sebagai langkah sepihak yang membahayakan stabilitas perdagangan global.
“Situasinya telah meningkat secara berbahaya. Sebagai negara terdampak, China menyatakan keprihatinan mendalam dan penolakan tegas atas langkah sembrono ini,” demikian pernyataan China kepada WTO yang dikutip Reuters, Rabu (9/4).
Trump sendiri tampak tak tergoyahkan oleh kekacauan pasar. Dalam berbagai pernyataan publik, ia menyebut tarif ini sebagai "permanen", namun juga membanggakan bahwa tekanan ekonomi ini membuat negara lain “datang meminta negosiasi.”
“Negara-negara itu menelepon kami, menjilat-jilat. Mereka bilang, ‘Tolong, Pak, ayo buat kesepakatan. Kami akan lakukan apa saja,’” kata Trump dalam nada sarkastik di acara Partai Republik, Selasa malam.
Baca Juga: Terdampak Tarif Trump, Pertumbuhan Ekonomi RI Berisiko Terdampak Perlambatan Global
Eropa Ikut Balas
Uni Eropa dikabarkan segera menyetujui paket tarif balasan terhadap kebijakan AS, mengikuti jejak China dan Kanada.
Komisi Eropa telah mengusulkan bea tambahan, sebagian besar sebesar 25%, terhadap beragam produk asal AS—mulai dari motor, ayam, buah, kayu, pakaian, hingga benang gigi. Tarif ini akan diberlakukan secara bertahap.
Sementara itu, gejolak di pasar keuangan terus berlanjut. Obligasi pemerintah AS pun ikut dilepas investor, yang biasanya dianggap sebagai aset paling aman. Nilai dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama dunia.
Bahkan Jepang mengajak negara-negara anggota G7 dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk ikut bekerja sama menstabilkan pasar.
“Koordinasi internasional sangat dibutuhkan untuk mencegah instabilitas,” ujar Atsushi Mimura, diplomat senior mata uang Jepang.