Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - YANGON. Myanmar akan membebaskan hampir 25.000 tahanan karena mendapatkan amnesti untuk menandai Tahun Baru tradisional.
Presiden Win Myint mengatakan, sekitar 24.896 orang yang dipenjara di seluruh negeri, termasuk 87 orang asing, akan dibebaskan tanpa syarat. "Ini untuk membawa kesenangan kepada warga Myanmar dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan," kata dia.
Presiden tidak memberikan perincian tentang kejahatan yang dilakukan oleh para narapidana yang mendapatkan amnesti dari pemerintah Myanmar tersebut.
Baca Juga: Seluruh negara ASEAN sudah terjangkit corona, Filipina dan RI catat kasus terbanyak
Kerumunan berkumpul di luar penjara Insein di ibukota komersial Yangon berharap untuk menyambut anggota keluarga, meskipun ada larangan pertemuan untuk mencegah penyebaran virus corona yang telah memicu pandemi.
Myanmar telah melaporkan 85 kasus virus dan empat kematian.
Tidak segera jelas apakah pembebasan itu, yang terjadi setiap tahun, akan mencakup siapa saja yang dihukum sehubungan dengan tindakan perbedaan pendapat terhadap pemerintah. Seorang juru bicara departemen penjara tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar.
Ketika pemenang Nobel Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan pada tahun 2016, setelah lebih dari setengah abad berkuasa militer, salah satu tindakan pertamanya adalah membebaskan ratusan tahanan politik.
Departemen penjara mengatakan sebelumnya tidak ada tahanan politik di Myanmar, tetapi kelompok hak asasi mengatakan puluhan orang dipenjara karena aktivitas politik mereka.
"Pemerintah tidak benar-benar mengakui tahanan politik tetapi kami diminta beberapa daftar dan kami memberikan daftar lebih dari 70," kata Aung Myo Kyaw dari Assistance Association for Political Prisoners.
"Kami masih belum tahu apakah ada di antara mereka yang dibebaskan."
Baca Juga: Thailand perpanjang larangan penerbangan penumpang masuk hingga akhir April 2020
Lebih dari 331 orang dituntut dalam kasus-kasus terkait kebebasan berekspresi pada 2019, menurut Athan, kelompok hak asasi manusia.
Mereka yang berada di balik jeruji termasuk anggota rombongan puisi satir dan siswa yang dipenjara bulan lalu karena memprotes penutupan internet yang diberlakukan pemerintah.
Sementara militer mempertahankan kekuatan yang luas, para aktivis mengatakan pemerintah sipil telah gagal untuk menggunakan mayoritas parlementernya untuk menghapuskan undang-undang represif yang meredam perbedaan pendapat, memperketat pembatasan pada masyarakat sipil.