Sumber: Sputnik News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON D.C. Petinggi Angkatan Darat AS kini akan fokus pada pengembangan rudal jarak menengah yang memiliki jangkauan lebih dari 900 mil. Bagi AS, kemampuan rudal dengan jangkauan ini merupakan kunci untuk menghadapi Rusia, bahkan China.
Sejak keluar dari perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) pada Agustus 2019, AS terus berusaha mengembangkan beberapa jenis senjata yang ada di kelas tersebut. Meskipun banyak negara menilai bahwa aktivitas tersebut mencederai upaya perdamaian dunia.
Brigadir Jenderal John Rafferty, direktur Tim Lintas Fungsi Long-Range Precision Fires (LRPF) Angkatan Darat AS, baru-baru ini meyakinkan publik bahwa rudal jarak menengah dengan jangkauan antara 500-1.500 kilometer (310-930 mil) akan menjadi aset serius dalam konflik masa depan dengan Rusia atau China.
Baca Juga: Pentagon melihat ancaman serius dari program misil dan rudal terbaru Korea Utara
"Ini akan menciptakan dilema pada musuh kita. Kami mampu mengubah keadaan dalam sekejap, jika kami dapat mengirimkan kemampuan seperti ini ke sana (medan perang)," ungkao Rafferty pada Army Fires Conference (29/9), seperti dikutip Sputnik News.
Pada tahun 1987 silam, AS dan Uni Soviet menandatangani perjanjian terkait INF setelah AS menempatkan rudal balistik jenis Pershing II di Eropa.
Dikutip dari Sputnik News, rudal jenis tersebut mampu mencapai jarak 1.000 mil, atau sama dengan jarak dari Jerman Barat ke Moskow, hanya dalam waktu 6-8 menit. Rudal ini dinilai dapat meningkatkan risiko pecahnya perang nuklir di kemudian hari.
Melalui perjanjian tersebut, kedua negara dilarang untuk membangun atau menggunakan rudal darat yang dipersenjatai dengan hulu ledak konvensional atau pun nuklir dengan jarak antara 500-1.500 kilometer.
Baca Juga: Demi laser anti-rudal, Israel berharap bisa bekerja sama dengan AS
Dalam beberapa tahun terakhir, AS kembali fokus pada pengembangan rudal LRPF. Walaupun begitu, pihak Pentagon mengaku tetap akan mengikuti sejumlah batasan yang diatur pada perjanjian INF yang telah ditinggalkan.
Bahkan pada Maret 2019, beberapa bulan sebelum AS keluar dari perjanjian, Pentagon telah menyiapkan anggaran untuk sistem rudal LRPF yang bertentangan dengan perjanjian. Nilainya disebut mencapai US$ 1 miliar untuk tahun fiskal 2020.
Menurut Menteri Pertahanan AS Mark Esper, AS terpaksa keluar dari perjanjian INF demi bisa bersaing dengan Rusia. Menurut Esper, Rusia sendiri telah melanggar perjanjian selama bertahun-tahun dengan merilis rudal balistik jarak pendek, Iskander.
Dari pihak Moskow, mereka selalu menolak tuduhan tersebut, meyakinkan bahwa jangkauan Iskander tidak melanggar perjanjian. Rusia justru menuduh AS hanya mencari-cari alasan agar bisa keluar dari perjanjian dan kembali bebas mengembangkan senjata.