Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Investor saat ini bertanya-tanya mengenai apa dampak kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) bagi perekonomian Asia. UBS memproyeksikan The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin pada akhir 2018, lebih tinggi dari prediksi market yang meramalkan kenaikan 50 basis point.
Meski demikian, Edward Teather ekonom UBS meramal dampak dari kenaikan suku bunga AS terhadap Asia -di luar China- akan terbatas. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi alasan tersebut.
Pertama, kenaikan yang baik dari Fed Funds dan kenaikan bertahap atas imbal hasil surat utang AS berjangka waktu 10 tahun. Kedua, meningkatkan daya tahan, sebagian karena melambatnya pertumbuhan kredit di mayoritas negara Asia.
Ketiga, kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang lebih bertahap dibanding the Fed oleh mayoritas bank sentral di Asia. Keempat, membaiknya kesediaan bank komersial untuk mengucurkan kredit kepada ekonomi terpilih.
Teather juga menilai, kenaikan suku bunga acuan yang tak terduga juga meningkatkan tekanan langsung terhadap harga aset sekaligus meningkatkan dorongan untuk menabung daripada berinvestasi. Konsentrasi dari tingkat utang bisa memperparah dampaknya. Kerentanan Asia terhadap arus modal memang berkurang, tapi rupiah dan pada tingkat yang lebih rendah, peso Filipina dan ringgit Malaysia mungkin lebih berisiko dibanding mata uang Asia -Ex China- lainnya.
"Namun, hasil kedua aset, baik menabung maupun investasi dalam 1-2 tahun ke depan tidak hanya bergantung pada tingkat kenaikan suku bunga, namun juga ekspektasi pertumbuhan dan standar kredit," urainya dalam riset yang diterima Kontan.co.id.
Dia meramal, bank sentral di Asia seperti Bank Indonesia, Bank of Thailand, Bank of Korea, dan Bank Sentral Philippine akan menaikkan suku bunga acuannya dengan besaran yang berbeda-beda di 2018.
Pelemahan nilai tukar mata uang yang tajam sebagai hasil dari lebih tingginya kenaikan suku bunga AS dari prediksi akan mendongkrak probabilitas mereka bergerak dan banyak lagi.
Market Hong Kong dan Singapura akan mengikuti kenaikan suku bunga The Fed karena rezim nilai tukar masing-masing. Di Indonesia dan Thailand, kombinasi pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi kecemasan mengenai kualitas aset dapat mempermudah standar pinjaman dan membatasi hambatan pada ekonomi dari suku bunga tinggi. Kian membaiknya pasar properti juga berdampak sama di Singapura.
Di sisi lain, posisi nilai tukar dollar Singapura juga dapat mengurangi pengetatan kebijakan mata uang oleh Monetary Authority of Singapore (MAS).