kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

AS dan China masih bungkam soal pembahasan perang tarif dagang


Jumat, 04 Mei 2018 / 10:51 WIB
AS dan China masih bungkam soal pembahasan perang tarif dagang
ILUSTRASI. Seorang staf menyiapkan bendera China dan AS untuk pertemuan selama kunjungan Sekretaris Transportas


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertemuan antara penjabat Amerika Serikat dengan China di Beijing memasuki hari kedua, Jumat (4/5). Tapi, tak banyak informasi yang disampaikan dari rapat kemarin yang mengupayakan meredam perang tarif dagang di dua negara ini. 

"Percakapan yang sangat baik," itu saja yang disampaikan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, ketika meninggalkan hotel untuk pertemuan kedua hari ini. Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross, Wakil Perdagangan AS Robert Lighthizer, Penasihat Gedung Putih Peter Navarro, dan juga delegasi AS belum mau berkomentar.  

Salah satu ekonom untuk Wakil Presiden AS, Mark Calabria di Washington mengatakan, mereka mendapat laporan bahwa atmosfir pertemuan dengan China cukup positif. Tapi, yang menjadi tantangan adalah, apakah China akan memenuhi janjinya untuk melakukan perubahan ekonomi. 

"Yang menjadi kesulitan, kita akan hal-hal yang positif dari China. Tapi pertanyaannya adalah apakah mereka akan melakukan hal tersebut. Itu yang menjadi kendalanya," kata Calabria di Washington, dikutip Bloomberg

Ke China, delegasi AS membawa setumpuk daftar permintaan detail. Enggan menjelaskan dengan detail, Calabria menjelaskan, intinya AS ingin China menurunkan tarif agar pas dengan pungutan AS, sehingga bisa mendorong ekspor barang-barang Amerika ke negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia tersebut.

AS menyebut kesepakatan perdagangan dengan China selama ini sangat merugikan. Apalagi, gap perdagangan kedua negara kini makin lebar mencapai US$ 96 miliar. 

Pengiriman terhenti

Sementara pembahasan kedua negara masih berlangsung, perdagangan di lapangan mulai tersendat. Yang terbaru, pelabuhan-pelabuhan utama China meningkatkan pemeriksaan impor buah segar dari AS, yang bisa menunda distribusi buah impor ini. 

Buah adalah bagian dari 128 produk AS yang China kenakan dengan tarif lebih tinggi untuk membalas AS. Nilai perdagangan yang menjadi tumbal perselisihan ini mencapai US$ 50 miliar. 

Pengecekan buah-buahan impor lebih dalam ini dilakukan di Pelabuhan Shanghai dan Shenzhen mulai pekan lalu. Disebutkan, untuk melihat apakah ada penyakit atau buah membusuk, kata seorang sumber pada Reuters

Salah satu manajemen di Chelan Fresh, eksportir buah AS ke China di Washington, mengatakan, beberapa buah yang tertahan di pelabuhan antara lain jeruk dan apel. Tapi, pengusaha buah AS masih harus lebih bersiap ketika musim buah cheri California akan tiba di China pekan ini.  

Bukan hanya buah, Amerika Serikat mulai menghentikan perngiriman kacang kedelai ke China, sementara Negeri Tirai Bambu itu mengerek naik tarif pembelian komoditas ini dari AS. 

AS adalah pemasok utama kacang kedelai China, dengan nilai ekspor tahun lalu mencapai US$ 12 miliar. "Tidak ada yang ingin mengambil risiko menjual kacang kedelai ke China dalam konteks sekarang ini," kata Chief Executive of agricultural merchant di Bunge Ltd, dikutip Reuters

Seorang sumber mengatakan, China saat ini mencari alternatif pemasok, yaitu dari Argentina dan Brasil. Selain itu, pemerintah daerah di bagian utara China mendorong penanaman kacang kedelai.    


Niat China

Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengancam akan memberlakukan tarif impor baru atas produk China yang bernilai sampai US$ 100 miliar, mulai dari produk elektronik, smartphone, sampai barang konsumsi. Ini adalah kelanjutan dari pembatasan impor barang-barang China oleh AS dengan produk bernilai sampai US$ 50 miliar. 

Perdana Menteri China Li Keqiang akhirnya memutuskan bernegosiasi dengan AS, untuk menghindari perang dagang yang lebih parah. 

Tidak ada pemenang di konflik dagang. Ini tidak hanya berimbas pada pemulihan ekonomi global yang sedang terjadi tapi juga di rantai industri global," kata Li, dikutip dari Xinhua pekan lalu. 


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×