Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dolar AS bertahan menguat pada perdagangan Jumat (15/8/2025), setelah data inflasi produsen (wholesale inflation) yang lebih tinggi dari perkiraan mendorong pelaku pasar memangkas ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Euro dan pound sterling cenderung stabil terhadap dolar AS setelah masing-masing melemah 0,5% dan 0,3% pada Kamis.
Baca Juga: Rupiah di Pasar Spot Dibuka Melemah ke Level Rp 16.158 per Dolar AS, Jumat (15/8)
Sementara itu, yen Jepang menguat 0,3% ke level 147,395 per dolar AS, didorong data PDB kuartal II yang lebih baik dari perkiraan.
Pasar global dikejutkan oleh data harga produsen AS yang mencatat kenaikan tercepat dalam tiga tahun pada Juli, dipicu lonjakan biaya barang dan jasa.
Lonjakan ini menjadi sinyal meningkatnya tekanan inflasi secara luas, yang menurut analis berpotensi menimbulkan dilema bagi The Fed.
Kenaikan inflasi produsen tersebut kontras dengan data inflasi konsumen yang lebih jinak di awal pekan.
Data CPI itu sempat meningkatkan harapan pelonggaran kebijakan moneter di ekonomi terbesar dunia dan mendorong reli aset berisiko.
Baca Juga: Dolar AS Dekati Level Terendah Beberapa Pekan, Bitcoin Sentuh Rekor Tertinggi
Menurut CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin oleh The Fed pada September sedikit menurun setelah rilis data inflasi produsen.
Sebelumnya, kombinasi data ekonomi yang mendukung dan pernyataan Menteri Keuangan AS sempat memicu spekulasi pemangkasan agresif sebesar 50 basis poin pada bulan depan, namun ekspektasi itu sepenuhnya pupus pasca rilis data Kamis.
“Data inflasi produsen tersebut memang layak mendorong kenaikan imbal hasil obligasi jangka pendek dan penguatan dolar … tetapi pemangkasan 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan September masih menjadi skenario utama,” ujar Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun stabil di 3,7262% pada awal perdagangan Asia, setelah naik 5 basis poin pada Kamis.
Sementara itu, imbal hasil tenor 10 tahun berada di 4,2849%, juga naik dengan besaran yang sama pada sesi sebelumnya.
“Kombinasi inflasi yang tinggi dan pertumbuhan lapangan kerja yang lemah menjadi teka-teki bagi The Fed,” kata Joseph Carpuso, Kepala Ekonomi Internasional Commonwealth Bank of Australia, dalam catatan risetnya.
Baca Juga: Harga Produsen AS Melonjak pada Juli, Dipicu Kenaikan Biaya Jasa dan Barang
Carpuso memperkirakan Ketua The Fed Jerome Powell akan membahas dilema tersebut dalam pidatonya pekan depan di konferensi tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming.
Pidato ini akan berlangsung di tengah data yang menunjukkan dampak tarif impor terhadap inflasi AS, di saat pasar tenaga kerja juga mulai melambat.
“Kami semua menunggu adanya pergerakan besar dari sisi volatilitas,” kata Alex Hill, Managing Director Electus Financial Ltd di Auckland.
Hill memperkirakan akan terjadi “pelemahan bertahap pada data ekonomi AS,” mengacu pada tren pasar tenaga kerja yang melemah dan inflasi yang kembali meningkat.
Menurutnya, faktor penting bagi pergerakan dolar AS adalah bagaimana pasar obligasi menyerap peningkatan penerbitan utang pemerintah AS pada September dan Oktober mendatang.
Dalam waktu dekat, perhatian pasar juga tertuju pada KTT antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat di Alaska.
Baca Juga: India Ingin Hubungan dengan Amerika Serikat (AS) Berdasarkan Saling Hormat
Trump mengatakan pada Kamis bahwa ia percaya Putin siap mengakhiri perang di Ukraina, namun perdamaian kemungkinan memerlukan pertemuan lanjutan yang melibatkan pemimpin Ukraina.
Sementara itu, harga Bitcoin dan Ether naik tipis setelah turun sekitar 4% pada Kamis. Sebelumnya, Bitcoin sempat menyentuh rekor tertinggi pada Kamis karena perubahan ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga The Fed.