Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pada Senin (25/3/2024), para pejabat AS dan Inggris mengajukan tuntutan, menjatuhkan sanksi, dan menuduh Beijing melakukan kampanye spionase dunia maya yang diduga merugikan jutaan orang. Ini termasuk anggota parlemen, akademisi dan jurnalis, serta perusahaan termasuk kontraktor pertahanan.
Melansir Reuters, pihak berwenang di kedua belah sisi menjuluki kelompok peretas Advanced Persistent Threat 31 atau "APT31", dan menyebutnya sebagai cabang dari Kementerian Keamanan Negara Tiongkok.
Para pejabat kemudian menyusun daftar sasaran yang menjadi targetnya: staf Gedung Putih, senator AS, anggota parlemen Inggris, dan pejabat pemerintah di seluruh dunia yang mengkritik Beijing.
Hanya sedikit korban lain yang dapat diidentifikasi namanya, namun para pejabat Amerika mengatakan bahwa kegiatan mata-mata yang dilakukan para peretas selama lebih dari satu dekade telah membahayakan kontraktor pertahanan dan berbagai perusahaan AS, termasuk perusahaan baja, energi, dan pakaian jadi Amerika.
Di antara targetnya adalah penyedia peralatan telepon seluler 5G dan teknologi nirkabel terkemuka. Bahkan pasangan pejabat senior dan anggota parlemen AS menjadi sasaran, kata para pejabat tersebut.
Baca Juga: AS dan Jepang Perkuat Kerjasama Militer dalam Menghadapi Ancaman China
"Tujuan dari operasi peretasan global ini adalah untuk menindas kritik terhadap rezim China, mengkompromikan institusi pemerintah, dan mencuri rahasia dagang,” kata Wakil Jaksa Agung AS Lisa Monaco dalam sebuah pernyataan.
Dalam dakwaan yang diumumkan pada hari Senin terhadap tujuh orang yang diduga sebagai peretas Tiongkok, jaksa penuntut AS di pengadilan mengatakan bahwa peretasan tersebut mengakibatkan adanya pembobolan akun kerja, email pribadi, penyimpanan online, dan catatan panggilan telepon milik jutaan warga Amerika.
Sementara itu, para pejabat di London juga menuduh APT31 meretas anggota parlemen Inggris yang kritis terhadap China dan mengatakan bahwa kelompok kedua mata-mata Tiongkok berada di balik peretasan pengawas pemilu Inggris yang secara terpisah membahayakan data jutaan orang lainnya di Inggris.
Diplomat China di Inggris dan AS menolak tuduhan tersebut dan menganggap tuduhan tersebut tidak berdasar. Kedutaan Besar Tiongkok di London menyebut tuduhan tersebut sebagai “fitnah palsu dan keji.”
Reuters tidak dapat segera menemukan informasi kontak tujuh tersangka peretas yang didakwa oleh Departemen Kehakiman.
Pengumuman tersebut dibuat ketika Inggris dan AS menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang mereka katakan sebagai perusahaan yang merupakan bagian dari Kementerian Keamanan Negara dan terkait dengan aktivitas peretasan.
Baca Juga: Gebrakan Honor China, Rilis Ponsel Pintar Magic 6 Pro yang Disempurnakan dengan AI
Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan mengatakan sanksi tersebut ditujukan terhadap Sains dan Teknologi Xiaoruizhi di Wuhan, serta dua warga negara Tiongkok.
“Pengumuman hari ini mengungkap upaya Tiongkok yang terus-menerus dan kurang ajar untuk melemahkan keamanan siber negara kita dan menargetkan warga Amerika serta inovasi kita,” kata Direktur FBI Christopher Wray dalam sebuah pernyataan.
Ketegangan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan spionase dunia maya telah meningkat antara Beijing dan Washington, seiring dengan semakin banyaknya badan intelijen Barat yang memberikan peringatan atas dugaan aktivitas peretasan yang didukung oleh pemerintah China.
Tiongkok juga dalam beberapa tahun terakhir mulai menyerukan dugaan operasi peretasan Barat. Misalnya, tahun lalu, Kementerian Keamanan Negara mengklaim bahwa Badan Keamanan Nasional AS telah berulang kali menyusup ke raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei Technologies.