CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

AS: Gencatan Senjata Gaza Sudah di Depan Mata, Namun Israel dan Hamas Menolaknya


Jumat, 23 Agustus 2024 / 09:11 WIB
AS: Gencatan Senjata Gaza Sudah di Depan Mata, Namun Israel dan Hamas Menolaknya
ILUSTRASI. Ketegangan antara Israel dan Hamas yang terus berlanjut telah menyebabkan banyak korban jiwa. REUTERS/Amir Cohen


Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik Gaza telah menjadi salah satu isu paling kompleks dan berdarah dalam sejarah Timur Tengah modern. Ketegangan antara Israel dan Hamas yang terus berlanjut telah menyebabkan banyak korban jiwa, kehancuran infrastruktur, serta krisis kemanusiaan yang memprihatinkan.

Seiring dengan meningkatnya tekanan internasional untuk menemukan solusi damai, diplomasi global, terutama peran Amerika Serikat, semakin terlihat menonjol dalam upaya menghentikan pertumpahan darah. 

Tekanan Internasional untuk Gencatan Senjata

Dalam upaya untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, Amerika Serikat telah memainkan peran penting sebagai mediator. Meskipun terdapat hambatan dari kedua belah pihak, pejabat Amerika telah menyatakan optimisme bahwa kesepakatan gencatan senjata dapat segera tercapai.

Tekanan diplomatik ini terutama terlihat melalui kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, yang telah melakukan sembilan kali kunjungan ke kawasan tersebut sejak konflik pecah.

Namun, upaya Amerika Serikat untuk menengahi kesepakatan ini tidak berjalan mulus. Israel dan Hamas menunjukkan sikap yang berbeda terhadap proposal yang diusulkan.

Hamas, misalnya, menganggap bahwa usulan tersebut terlalu condong ke arah kepentingan Israel, terutama terkait dengan keberadaan militer Israel di koridor Netzarim yang membelah Jalur Gaza serta perbatasan Mesir-Gaza. Hal ini menjadi garis merah bagi Hamas dan Mesir, yang secara historis memiliki kepentingan strategis di wilayah tersebut.

Baca Juga: Israel Klaim Berhasil Kalahkan Brigade Hamas di Rafah, 150 Terowongan Dihancurkan

Peran Qatar dan Mesir dalam Negosiasi

Qatar dan Mesir, sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan berbagai pihak yang terlibat dalam konflik, juga berperan penting dalam mediasi ini. Pertemuan internasional yang dimediasi oleh Qatar pada pekan sebelumnya menjadi salah satu langkah signifikan dalam upaya mencapai kesepakatan.

Meski demikian, pertemuan berikutnya yang direncanakan berlangsung di Kairo pada Kamis pekan ini tampaknya mengalami penundaan. Penundaan ini menunjukkan kompleksitas negosiasi, di mana setiap pihak berusaha untuk mempertahankan posisi strategisnya masing-masing.

Meskipun ada upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak, negosiasi masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dilaporkan menolak penarikan pasukan Israel dari koridor Netzarim dan perbatasan Mesir-Gaza.

Penolakan ini dianggap sebagai hambatan utama dalam mencapai kesepakatan. Selain itu, Hamas yang tidak secara langsung terlibat dalam putaran negosiasi terbaru, menyebut pernyataan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, bahwa mereka mundur dari kesepakatan sebagai pernyataan yang menyesatkan.

Eskalasi Kekerasan dan Krisis Kemanusiaan

Di lapangan, situasi di Gaza terus memburuk. Pasukan Israel terus menekan lebih dalam ke wilayah Gaza Tengah dan Selatan dalam upaya untuk mengalahkan pejuang Hamas yang telah merestrukturisasi pertahanan mereka.

Hal ini menyebabkan ribuan warga sipil harus mengungsi kembali, termasuk dari zona aman kemanusiaan yang sebelumnya ditetapkan. Zona-zona kemanusiaan yang tersisa kini hanya mencakup 11% dari total wilayah Gaza dan sudah penuh sesak dengan para pengungsi baru.

Selain itu, kekerasan juga meluas ke Tepi Barat yang diduduki Israel. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa tiga orang tewas dalam serangan udara Israel di kamp pengungsi Tulkarm pada Kamis dini hari.

Serangan ini diklaim oleh militer Israel sebagai operasi kontra-terorisme, menambah panjang daftar korban akibat eskalasi kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut.

Baca Juga: Serangan Israel Menewaskan 52 Orang, Gencatan Senjata Masih Sulit Terealisasi

Implikasi Regional dan Global

Konflik di Gaza tidak hanya mempengaruhi situasi lokal tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap stabilitas regional dan politik global. Pembunuhan beruntun terhadap komandan tinggi Hezbollah dan kepala politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Beirut dan Teheran baru-baru ini telah meningkatkan ketegangan di kawasan.

Hezbollah, yang memiliki kekuatan militer signifikan di Lebanon, telah menembakkan roket ke Israel dalam solidaritas dengan Hamas, memperburuk situasi di sepanjang garis biru yang memisahkan Israel dan Lebanon.

Lebih jauh, ketegangan yang meningkat ini dikhawatirkan dapat memicu konflik yang lebih luas di kawasan Timur Tengah, terutama dengan keterlibatan Iran yang memiliki hubungan dekat dengan Hezbollah dan Hamas.

Tercapainya gencatan senjata di Gaza tidak hanya penting untuk meredakan ketegangan di Palestina tetapi juga untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×