Sumber: AP News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Amerika Serikat vs China. Pejabat AS akhirnya mengonfirmasi keberadaan fasilitas mata-mata China di Kuba. Fasilitas tersebut kabarnya sengaja didirikan untuk mengawasi AS dari dekat.
Pejabat yang berbicara secara anonim ini mengatakan komunitas intelijen AS telah mengetahui aktivitas mata-mata China dari Kuba. Mereka juga menyakini akan ada upaya yang lebih besar untuk mengatur operasi pengumpulan intelijen di seluruh dunia selama beberapa waktu.
Melansir AP News, pihak AS percaya bahwa China telah mengoperasikan pangkalan mata-mata di Kuba setidaknya sejak 2019. Operasi tersebut diduga merupakan bagian dari upaya China untuk meningkatkan kemampuan pengumpulan intelijennya secara global.
Kabar adanya pangkalan mata-mata China di Kuba pertama kali menyeruak lewat laporan The Wall Street Journal (WSJ) yang terbit hari Kamis pekan lalu. Dijelaskan bahwa Kuba secara prinsip telah mencapai kesepakatan untuk membangun stasiun penyadapan elektronik di pulau tersebut.
Baca Juga: 37 Jet Tempur China Mendekat, Sistem Pertahanan Udara Taiwan Masuk Mode Aktif
WSJ melaporkan, China bersedia membayar Kuba dengan nilai miliaran dolar sebagai bagian dari negosiasi. Kondisi ekonomi Kuba yang sedang goyang pun membuat transaksi itu menjadi cukup masuk akal bagi para pengamat.
Laporan tersebut sempat disangkal Gedung Putih. Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, mengatakan bahwa aktivitas China di Kuba sudah lama terendus dan bukan merupakan aktivitas baru.
"Saya telah melihat laporan pers itu, itu tidak akurat. Apa yang dapat saya katakan kepada Anda adalah bahwa kami telah prihatin sejak hari pertama pemerintahan (Biden) mengenai aktivitas pengaruh China di seluruh dunia. Kami mengamati ini dengan sangat, sangat cermat," kata Kirby dalam wawancara dengan MSNBC hari Kamis.
Wakil Menteri Luar Negeri Kuba, Carlos Fernandez de Cossio juga membantah laporan tersebut dalam sebuah cuitan di Twitter pada hari Sabtu lalu.
Carlos menyebut laporan itu sebagai fitnah dan dirilis tanpa data dan bukti yang jelas untuk menimbulkan kegaduhan.
"Spekulasi fitnah terus berlanjut, ternyata dipromosikan oleh media tertentu untuk menimbulkan kerugian dan keresahan tanpa memperhatikan pola komunikasi standar dan tanpa memberikan data atau bukti untuk mendukung apa yang mereka sebarkan," kata Carlos.
Baca Juga: Patroli Udara Gabungan Militer China-Rusia Diperpanjang, Bergerak ke Pasifik Barat
Dinamika Hubungan AS-China
Tim keamanan nasional Presiden Joe Biden diberi pengarahan oleh komunitas intelijen segera setelah dia menjabat pada Januari 2021, termasuk tentang upaya sensitif China dalam membangun infrastruktur logistik, pangkalan, dan pengumpulan informasi militer dari seluruh dunia.
AS meyakini China mulai melirik beberapa wilayah, seperti Samudra Atlantik, Amerika Latin, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika, dan Indo-Pasifik. Fasilitas pengumpulan data yang ada di Kuba pun telah lama dipantau sejak saat itu.
Hubungan AS-China menjadi semakin tegang awal tahun ini setelah AS menembak jatuh balon mata-mata China yang melintasi langit AS.
Meskipun begitu, AS masih terus berusaha memperbaiki keadaan lewat berbagai dialog tingkat tinggi yang dirancang.
Baca Juga: AS Siap Terlibat Aktif untuk Mendamaikan Israel dan Arab Saudi
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, diperkirakan akan berada di Beijing pada 18 Juni untuk pertemuan dengan pejabat senior China. Namun, Kementerian Luar Negeri China masih belum mengonfirmasi perjalanan itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Lloyd Austin baru-baru ini berbicara singkat dengan sejawatnya dari China, Li Shangfu. Pihak China sebelumnya sempat menolak permintaan Austin untuk mengadakan pertemuan di sela-sela forum keamanan di Singapura.
Bulan lalu, Direktur CIA William Burns juga melakukan pertemuan dengan pejabat intelijen China di Beijing.
Pada bulan Mei, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan bertemu dengan mitranya dari China di Wina selama dua hari. Sullivan menjelaskan bahwa AS ingin meningkatkan komunikasi tingkat tinggi dengan pihak China.