kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   -5.000   -0,25%
  • USD/IDR 16.860   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.723   44,05   0,66%
  • KOMPAS100 968   3,45   0,36%
  • LQ45 754   3,69   0,49%
  • ISSI 213   0,95   0,45%
  • IDX30 391   1,55   0,40%
  • IDXHIDIV20 471   3,02   0,64%
  • IDX80 110   0,24   0,22%
  • IDXV30 115   -0,16   -0,14%
  • IDXQ30 128   0,78   0,61%

Bank Dunia: Lebih dari 75 Negara Berpotensi Gagal Bayar Utang Imbas Tarif Trump


Senin, 28 April 2025 / 12:26 WIB
Bank Dunia: Lebih dari 75 Negara Berpotensi Gagal Bayar Utang Imbas Tarif Trump
ILUSTRASI. kebijakan tarif perdagangan oleh AS akan meningkatkan ketidakpastian pada perdagangan, yang akhirnya memperkeruh peningkatan utang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia memperkirakan, kebijakan tarif perdagangan oleh Amerika Serikat (AS) akan meningkatkan ketidakpastian pada perdagangan, yang akhirnya memperkeruh peningkatan utang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Melansir dari Reuters Senin (28/4), Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill menyebut, separuh atau sekitar 75 negara dari 150 negara berkembang saat ini dalam kondisi gagal membayar utang.

Menurutnya tingkat keparahan ini mencapai dua kali lipat dari tahun 2024, bahkan bisa bertambah lebih lanjut bila pertumbuhan ekonomi melambat.

“Jika pertumbuhan global melambat, perdagangan melambat, lebih banyak negara dan suku bunga tetap tinggi, maka akan membuat banyak negara ini mengalami kesulitan utang, termasuk beberapa yang merupakan eksportir komoditas," kata Gill.

Baca Juga: Kondisi yang Terburuk akibat Tarif Trump Belum Terjadi, Ini Prediksinya

Gill menambahkan bahwa rasio pembayaran bunga utang bersih terhadap produk domestik bruto (PDB) kini mencapai 12% di negara berkembang, meningkat dari 7% pada 2014, dan kembali ke level krisis 1990-an.

Sementara itu, di negara-negara miskin, beban pembayaran utang kini mencapai 20% dari PDB, dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu yang mencapai 10%.

Dengan kondisi tersebut, negara-negara akan mengurangi pengeluaran untuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan program-program lain yang dapat meningkatkan pembangunan.

Dalam kondisi yang sama, Gill memperkirakan kondisi suku bunga juga akan tetap tinggi, mengingat meningkatnya ekspektasi inflasi, yang berarti utang negara-negara dapat meningkat lebih jauh jika mereka perlu melunasi utang yang ada.

Ia menyarankan agar negara-negara berkembang untuk segera dan mendesak menegosiasikan perjanjian dengan AS guna menurunkan tarif perdagangan dari AS untuk negaranya, serta menghindari tarif AS yang tinggi, dan memperluas tarif yang lebih rendah ke negara-negara lain.

Baca Juga: Pertemuan IMF-World Bank, BI: Perlu Penguatan untuk Hadapi Tantangan Global

Menurutnya, upaya tersebut paling masuk akal di kondisi perekonomian saat ini, karena dengan tekanan AS yang berpotensi meredakan perlawanan domestik. 

Selanjutnya: Ini Profil Cak Lontong, Komedian yang Kini Jadi Komisaris Ancol (PJAA)

Menarik Dibaca: Resep Pisang Goreng Madu Ala Bu Nanik yang Manis dan Wangi, Cocok untuk Ngemil Sore



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×