Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Sederet bank berskala kecil di China terus mendorong ekspansi untuk mendorong sektor yang dianggap berisiko bagi perbankan. Walhasil, bank kecil ini tengah memperkuat permodalan, untuk mendorong ekspansi di tengah meningkatnya tren gagal bayar kredit.
Melansir artikel yang dimuat Bloomberg, Senin (20/7) setidaknya, ada sekitar 19 bank yang telah menjual 339,6 miliar yuan atau sekitar US$ 48,5 miliar obligasi bunga abadi atau perpetual bond, dengan tingkat imbal hasil yang tinggi tampa jatuh tempo, per 10 Juli 2020.
Baca Juga: Keras, Donald Trump sebut Joe Biden tak kompeten jadi Presiden AS
Beberapa bank kecil yang ikut menjaring dana termasuk Chongqing Three Gorges Bank Co, Bank of Rizhao Co, dan Huarong Xiangjiang Bank Corp yang menyumbang lebih dari 70% total dana yang diterbitkan.
Selanjutnya, bank-bank regional dan lokal juga bergegas untuk mengambil keuntungan dari permintaan yang tengah dibanjiri stimulus dari bank sentral untuk melindungi ekonomi dari kejatuhan akibat penyebaran wabah virus Covid-19. Pemerintah China sudah menyediakan dana untuk menopang kepercayaan pada bank kecil.
Salah satu rencananya yaitu memungkinkan pemerintah daerah untuk menggunakan sekitar 200 miliar yuan dari hasil penjualan obligasi untuk membantu bank-bank kecil memenuhi kebutuhan modal.
Kondisi saat ini sangat berbeda atau pindah haluan dari tahun lalu, ketika banyak bank kecil dinyatakan gagal dan membuat banyaknya penerbitan surat utang dengan imbal hasil yang disebut Tier 1 Tambahan meledak di pasar.
Baca Juga: Kim Jong Un memarahi pejabat Korea Utara, ini penyebabnya
Contohnya bank yang sudah menerbitkan surat utang antara lain Guilin Bank Co, dengan peringkat surat utang AA+ dengan imbal hasil sebesar 4,8%, relatif lebih rendah dibandingkan dengan imbal hasil di tahun lalu yang mencapai 5,4% untuk nilai yang sama. Hal serupa juga terjadi di Weihai City Commercial Bank Co.
Meski begitu, beberapa analis memperingatkan adanya risiko dari banjirnya surat utang di pasar. "Untuk beberapa bank kecil dengan kemampuan manajemen risiko yang lebih lemah dan likuiditas yang lebih ketat, ada risiko dan ketidakpastian bahwa mereka mungkin tidak dapat melakukan pembayaran bunga atau menebus utang," kata May Hu, Mitra dari Grup layanan restrukturisasi KPMG.
Menurutnya, bila hal semacam ini tidak diperhitungkan, bukan tidak mungkin investor akan menderita kerugian. Adapun, berkaca sedikit di tahun lalu saat pasar obligasi abadi di China mulai tahun lalu, penerbitan didominasi oleh perusahaan plat merah, yakni Bank of China Ltd yang menerbitkan obligasi pertamanya pada Januari 2019 setelah regulator menjanjikan dukungan untuk pasar untuk mendorong kredit.
Hal ini pun diikuti oleh sekitar 16 bank di tahun lalu dengan hasil penggalangan dana ditaksir mencapai 569,6 miliar yuan. Penerbitan surat utang ini memungkinkan bank untuk kembali memperkuat modal, yang saat ini sedang dalam bahaya di tengah meningkatnya kredit macet.
Baca Juga: Kasus baru corona naik lagi, perbankan di Hong Kong tutup cabang lagi
Bank-bank kecil menurut analis oleh UBS Group AG sedikitnya sedang kekurangan modal sebesar US$ 349 miliar, sementara regulator keuangan di China memproyeksikan kebutuhannya hanya sekitar US$ 50 miliar.
Bank dengan skala yang lebih kecil juga tak sabar untuk mencicipi opsi ini. Xianmen Bank Co misalnnya pada hari Kamis pekan lalu telah mendapatkan lampu hijau dari Komisi Regulasi Sekuritas China untuk melakukan penawaran umum perdana, yang akan menjadikannya bank pertama yang menjual saham baru di China tahun ini.
Walau berisiko, tren ini bisa berbuah positif lantaran memicu meningkatnya kepercayaan pasar. Hal ini juga didukung oleh keberhasilan China dalam mengendalikan wabah pandemi Covid-19. Akibatnya, produk domestik bruto (PDB) China sudah meningkat 3,2% pada tiga bulan terakhir di posisi Juni 2020.
Baca Juga: Terkait Myanmar, China: Agen AS di luar negeri menunjukkan wajah egois dan munafik
Hal ini merupakan angin segar setelah China mengalami penurunan PDB sekitar 6,8% pada kuartal I 2020.