Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Komisi Eropa mengatakan akan mengenakan bea tambahan hingga 38,1% pada impor mobil listrik China mulai Juli 2024.
Kebijakan ini berisiko mendapat pembalasan dari Beijing. China mengatakan bahwa pihaknya akan mengambil tindakan untuk melindungi kepentingan negaranya.
Reuters memberitakan, kurang dari sebulan setelah Washington mengumumkan rencana untuk melipatgandakan bea masuk kendaraan listrik China hingga 100%, Brussels mengatakan pihaknya akan memerangi subsidi berlebihan dengan tarif tambahan mulai dari 17,4% untuk BYD hingga 38,1% untuk SAIC. Tarif itu tidak termasuk bea masuk standar mobil sebesar 10%.
Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data perdagangan UE tahun 2023, jumlah tersebut setara dengan biaya tambahan sebesar miliaran euro bagi produsen mobil China. Padahal, pada saat bersamaan, mereka sedang berjuang melawan melambatnya permintaan dan turunnya harga di dalam negeri.
Sementara itu, produsen mobil Eropa menghadapi tantangan dengan masuknya kendaraan listrik berbiaya lebih rendah dari perusahaan Tiongkok.
Komisi Uni Eropa memperkirakan pangsa pasar mereka di UE telah meningkat menjadi 8% dari di bawah 1% pada tahun 2019 dan dapat mencapai 15% pada tahun 2025.
Dikatakan pula bahwa harga mobil listrik biasanya 20% di bawah model buatan UE.
Baca Juga: Tiongkok Murka, AS Larang Impor Perusahaan Sepatu, Makanan Laut, dan Aluminium China
Andrew Kenningham, kepala ekonom Eropa di Capital Economics, mengatakan keputusan UE menandai perubahan besar dalam kebijakan perdagangannya.
Pasalnya, meskipun UE sering menggunakan pertahanan perdagangan terhadap Tiongkok, hal tersebut tidak pernah dilakukan sebelumnya dalam industri penting tersebut.
Para pengambil kebijakan di Eropa ingin menghindari terulangnya apa yang terjadi pada panel surya satu dekade lalu, ketika UE hanya mengambil tindakan terbatas untuk mengekang impor China. Hasilnya, banyak produsen di Eropa yang bangkrut.
Sekadar catatan, UE meluncurkan penyelidikan anti-subsidi terhadap kendaraan listrik China pada bulan Oktober.
Sesaat setelah pengumuman kebijakan itu, saham beberapa produsen mobil terbesar Eropa yang sebagian besar penjualannya dilakukan di China, merosot di tengah kekhawatiran akan pembalasan Tiongkok.
Beberapa perusahaan, seperti BMW, kini juga akan mengenakan bea masuk atas kendaraan listrik mereka yang dibuat di China dan dijual di Eropa.
Baca Juga: China Klaim Tak Pernah Memberlakukan Subsidi Kendaraan Listrik yang Dilarang WTO
Kemarahan China
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan penyelidikan UE adalah “kasus proteksionisme” dalam perdagangan.
Menurutnya, kenaikan tarif akan merusak kerja sama ekonomi Tiongkok-UE serta stabilitas produksi dan rantai pasokan mobil global.
Beijing, katanya, akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjaga dengan tegas hak dan kepentingan sahnya.
Asosiasi Mobil Penumpang China tampaknya tidak terlalu peduli.
“Tarif sementara UE pada dasarnya sesuai dengan ekspektasi kami, rata-rata sekitar 20%, yang tidak akan berdampak banyak pada sebagian besar perusahaan China,” kata Sekretaris Jenderal CPCA Cui Dongshu.
Cui menambahkan, “Mereka yang mengekspor kendaraan listrik buatan China, termasuk Tesla, Geely, dan BYD, masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Eropa di masa depan.”
Produsen dan pemasok kendaraan listrik Tiongkok juga mulai berinvestasi pada produksi di Eropa, sehingga dapat menghindari tarif.
Baca Juga: China Tak Akan Tinggal Diam Jika Uni Eropa Kenakan Tarif pada Kendaraan Listrik
Apakah China akan Membalas?
Beijing mengesahkan undang-undang pada bulan April untuk memperkuat kemampuannya dalam membalas jika AS atau UE mengenakan tarif terhadap ekspor negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Mereka telah meluncurkan penyelidikan anti-dumping terhadap sebagian besar impor brendi buatan Prancis. Dan produsen cognac Prancis sangat khawatir tentang pembalasan tarif kendaraan listrik ini.
Bea masuk sementara UE akan diberlakukan pada tanggal 4 Juli, dengan penyelidikan akan berlanjut hingga 2 November ketika bea masuk definitif, biasanya selama lima tahun, dapat diberlakukan.
Komisi mengatakan akan menerapkan tambahan 21% bagi perusahaan yang dianggap telah bekerja sama dalam penyelidikan dan 38,1% bagi perusahaan yang dinyatakan tidak bekerja sama.
Tarif indikatif tersebut berada di atas ekspektasi para analis yaitu antara 10% dan 25%.
Menurut Komisi Uni Eropa, produsen mobil Barat seperti Tesla dan BMW yang mengekspor mobil dari China ke Eropa, dianggap bekerja sama.
Sementara Tesla, yang saat ini merupakan eksportir mobil terbesar ke Eropa dari China, telah meminta agar tarif khusus perusahaan ditetapkan secara terpisah.
Komisi masih harus menentukan apakah akan menerapkan tarif secara surut selama tiga bulan, kata seorang pejabat.
Brussels mengatakan pihaknya telah menghubungi pihak berwenang China untuk membahas temuannya dan mencari cara terkait penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
BYD menolak berkomentar. SAIC dan Geely, dua perusahaan lain yang diselidiki oleh Komisi, dan Tesla tidak segera menanggapi permintaan komentar yang dilayangkan Reuters.
Produsen mobil terbesar di Eropa, Volkswagen, memperingatkan bahwa dampak negatif tarif akan lebih besar daripada potensi manfaatnya, terutama bagi industri otomotif Jerman.
Mercedes-Benz mengatakan Jerman, sebagai negara pengekspor, tidak memerlukan peningkatan hambatan perdagangan. BMW mengatakan tarif yang direncanakan adalah "cara yang salah".
China menyumbang sekitar 30% penjualan produsen mobil Jerman pada kuartal pertama.
Beberapa ekonom mengatakan dampak langsung dari bea masuk tambahan akan sangat kecil dalam hal perekonomian.
UE mengimpor sekitar 440.000 kendaraan listrik dari China dalam 12 bulan yang berakhir pada bulan April senilai 9 miliar euro (US$ 9,7 miliar) atau sekitar 4% dari pengeluaran rumah tangga untuk kendaraan.
Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa tarif sebesar 20%, yang merupakan rata-rata tarif tambahan yang diberlakukan oleh UE, akan mengurangi impor kendaraan listrik Tiongkok sebesar 25%.