kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.255   -55,00   -0,34%
  • IDX 7.050   -15,28   -0,22%
  • KOMPAS100 1.054   -1,84   -0,17%
  • LQ45 828   -2,39   -0,29%
  • ISSI 214   -0,41   -0,19%
  • IDX30 424   -0,25   -0,06%
  • IDXHIDIV20 514   0,84   0,16%
  • IDX80 120   -0,28   -0,24%
  • IDXV30 125   1,21   0,98%
  • IDXQ30 142   0,21   0,15%

Bekerja serabutan di pasar untuk membantu keluarga (2)


Rabu, 26 September 2018 / 15:49 WIB
Bekerja serabutan di pasar untuk membantu keluarga (2)
ILUSTRASI. FENOMENA - Choo Chong Ngen


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tri Adi

Masa kecil Choo Chong Ngen penuh dengan kerja keras. Ia terpaksa putus sekolah pada usia 14 tahun karena harus membantu mencari uang untuk membiayai kehidupan keluarga. Ayahnya hanya seorang tukang kayu dan sang bunda seorang ibu rumah tangga. Berbagai pekerjaan Choo kecil jalankan di pasar, mulai berjualan ikan, hingga bekerja di pabrik tekstil milik tetangganya. Upah yang rendah membuat Choo berniat menjalankan usaha sendiri.

Kesuksesan Choo Chong Ngen menjadi pengusaha perhotelan di Singapura yang sukses harus melewati proses dari nol terlebih dahulu. Ia awalnya pedagang eceran yang mencoba peruntungan dengan berdagang guna mengumpulkan dollar Singapura sedikit demi sedikit. Bertahun-tahun ia menjadi pedagang di lingkungannya dengan mencoba menjual beberapa jenis barang berbeda.

Ia bukan lulusan perguruan tinggi bergengsi. Bahkan ia putus sekolah pada usia 14 tahun. Tapi ia bisa memanfaatkan pengalaman, bermodalkan tekad, lihai melihat peluang, dan bekerja keras menjadi modal merajai industri perhotelan.

Choo mengasah ketajaman bisnisnya sejak usia muda. Ia tumbuh dengan enam saudara kandung di sebuah rumah kampung di timur laut Singapura. Ayahnya seorang tukang kayu dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Guna membantu memenuhi kebutuhan, ia menjual es krim di lingkungannya ketika dia berumur 10 tahun.

Pada usia 14 tahun, ia putus sekolah dan menjadi penjual ikan. Choo tidak punya pilihan lain, sebab dia harus membantu orangtuanya menghidupi keluarga. Hingga kini pria berusia 65 tahun ini memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang tidak terlalu baik, mengingat ia putus sekolah pada usia 14 tahun.

Setiap pagi, dia pergi ke pelabuhan perikanan Kangkar yang terletak di dekat mulut Sungai Serangoon Singapura. Hasil tangkapan Ia masukkan ke dalam sebuah keranjang lalu dibawa dan dijual di pasar terdekat. Meski bisnis ini berjalan lancar, Ia berhenti lantaran melihat bisnis yang lebih menjanjikan.

Menginjak usia 15 tahun, Ia mencoba menggarap bisnis tekstil. Choo mulai bekerja dengan tetangga yang sudah memiliki bisnis ini terlebih dahulu. Ia mendapat upah bayaran sebanyak S$ 30 setiap bulan. Tidak puas dengan upah yang diterima, Choo berhenti bekerja dengan tetangganya.

Bermodalkan uang pemberian dari sang Ibu sebesar S$ 50, Choo mencoba untuk membeli kain untuk mulai berjualan sendiri dari satu pasar ke pasar lain. Namun modal ini tidak cukup, Ia berusaha untuk mendapatkan dana pinjaman pada temannya sebesar S$ 6. Modal tersebut dia belikan kain dan memulai bisnisnya sendiri di pasar. Dengan modal yang pas-pasan, Choo tetap bertahan dan berusaha untuk bisa menabung.

Memiliki tabungan yang cukup diperkuat dengan pinjaman dari bank, saat Choo berusia 21 tahun Ia mulai melirik bisnis properti dengan membeli satu rumah toko (ruko). Hal ini cukup berani, lantaran pinjaman ini memiliki tenor waktu 10 tahun dengan bunga pinjaman sebesar 50%.

Namun kelihaian melihat peluang, Choo berhasil menyewakan dan mengumpulkan S$ 1.000 hingga S$ 2.000 setiap bulan dari ruko tersebut. Pendapatan ini kembali Ia investasikan untuk membeli lebih banyak unit ruko. Pada saat dia berusia 32 tahun, Choo telah berhasil membeli lebih dari 30 unit toko dan semuanya menghasilkan pendapatan sewa.

Sempat menginap di hotel murah di Tokyo pada tahun 1991 menginspirasi Choo untuk memulai hotel sendiri. Ruangan itu sangat kecil, dan harga yang ditawarkan sangat adil. Saya pikir ide ini bisa dibawa ke Singapura dan bisa menghasilkan uang, katanya dalam wawancara dengan Forbes.

Ia melihat sektor properti akan menjanjikan mengingat wilayah Singapura yang kecil. Tiga bulan setelah kepulangannya, ia melakukan upaya pertamanya dengan membeli tanah di Geylang seharga S$ 1,5 juta. Dia membangun 20 unit apartemen di atasnya, dan secara bertahap membangun lebih dari 100 unit apartemen yang tersebar di empat lahan di Geylang.

(Bersambung)



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×