Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Konsumen di Amerika Serikat (AS) masih tetap berbelanja meskipun negaranya masih bergulat dengan tingkat inflasi tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Hanya saja, para konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja dengan berupaya mencari penawaran khusus atau diskon besar-besaran dari perusahan ritel.
Para pengecer memang banyak yang masih berjuang dengan stok yang cukup besar karena penurunan permintaan. Mereka mewarkan diskon lebih besar dari masa sebelum Covid-19.
Pada momentum Black Friday pada 25 November 2022, transaksi belanja online dan offline di AS tercatat mengalami peningkatan.
Baca Juga: Penjualan Online Black Friday AS Mencapai Rekor US$ 9 Miliar Meskipun Inflasi Tinggi
Black Friday merupakan hari Jumat setelah peringatan Thanksgiving yang dijadikan sebagai hari berbelanja dalam persiapan Natal di AS. Di hari itu, toko-toko atau penjual memberikan penawaran promo atau potongan harga.
Menurut laporan Adobe Analytic seperti dikutip dalam laporan Reuters, Minggu (27/11), belanja online selama Black Friday tembus US$ 9,12 miliar atau setara Rp 140 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.600). Itu meningkat 2,3% dibandingkan dengan tahun lalu.
Adobe Analytics mengukur perdagangan elektronik dengan menganalisis transaksi di situs web. Perusahaan ini memiliki akses ke data yang mencakup pembelian di 85% dari 100 pengecer internet teratas di Amerika Serikat.
Penjualan elektronik tercatat jadi kontributor utama dalam transaksi itu karena penjualannya melonjak 221% dari rata-rata hari di bulan Oktober. Selain itu, mainan menjadi kategori populer lainnya bagi pembeli, naik 285%, seperti peralatan olahraga, naik 218%.
Baca Juga: Pasar Sepi, Begini Prediksi Rupiah Jelang Akhir Pekan, Jumat (25/11)
Beberapa item terpanas tahun ini termasuk konsol game, drone, Apple MacBook, produk dan mainan Dyson seperti Fortnite, Roblox, Bluey, Funko Pop! dan Disney Encanto. Pembeli Black Friday juga memecahkan rekor pesanan seluler, yakni meningkat dari 44% tahun lalu.
Banyak konsumen memilih pembayaran fleksibel pada Black Friday karena mereka masih terus bergulat dengan harga tinggi dan inflasi. Pembayaran memakai paylater meningkat 78% dibandingkan dibandingkan periode 19 November.
Untuk pengecer, angka-angka ini mungkin menjadi indikator yang menjanjikan dalam beberapa minggu mendatang. Prakiraan liburan awal telah dibungkam setelah Macy's, Nordstrom, dan pengecer lainnya melaporkan penurunan penjualan pada akhir Oktober dan awal November.
Sentimen konsumen juga melemah dalam sebulan terakhir karena inflasi mendekati level tertinggi empat dekade.
Sementara aktivitas di toko-toko offline pada momentum Black Friday tidak banyak berubah. Lalu lintas di toko disebut tidak banyak berbeda dari biasanya karena secara sporadis terjadi hujan di beberapa negara bagian AS.
Namun, beberapa toko offline tercatat masih mengalami kenaikan penjualan. Menurut data awal yang dikumpulkan Sensormatic Solutions, kunjungan toko bata dan mortir naik 2,9% pada Black Friday dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Elon Musk: Twitter Akan Berikan Amnesti ke Sejumlah Akun yang Ditangguhkan
Melissa Minkow, Direktur Strategi Ritel di perusahaan konsultan digital CI&T memperkirakan musim belanja liburan AS kemungkinan akan melihat pertumbuhan penjualan tahunan yang sederhana hingga titik impas.
"Ini masih merupakan kemenangan, dibandingkan prospek Inggris di mana inflasi tinggi telah menyebabkan konsumennya secara nyata menahan diri dalam pengeluaran." katanya
Namun, para pengecer menurutnya tidak akan banyak untung dari peningkatan transaksi itu karena harus menawarkan diskon besar.