Sumber: Times of India | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajer aset terbesar di dunia, BlackRock, menerapkan pembatasan baru terhadap penggunaan perangkat perusahaan oleh karyawan yang melakukan perjalanan ke China.
Kebijakan ini diberlakukan mulai 16 Juli 2025 sebagai respons terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China serta kekhawatiran atas keamanan data.
Dalam memo internal yang dikutip oleh Bloomberg dan Reuters, BlackRock mewajibkan staf yang bepergian ke China untuk menggunakan ponsel pinjaman sementara.
Baca Juga: Bursa Asia Pasifik Beragam Menanti data Ekonomi China dan Cermati Konflik Israel-Iran
Selain itu, mereka dilarang membawa laptop, iPhone, iPad, serta tidak diperkenankan mengakses jaringan perusahaan melalui VPN. Pembatasan ini juga berlaku bagi karyawan yang melakukan perjalanan pribadi ke China.
Langkah ini mencerminkan kehati-hatian yang semakin meningkat di kalangan perusahaan global terhadap iklim regulasi dan keamanan di China. BlackRock sendiri tidak memberikan tanggapan resmi terkait kebijakan tersebut kepada media.
Kebijakan ini muncul di tengah meningkatnya kasus pelarangan perjalanan terhadap warga asing di China.
Pekan lalu, Wells Fargo menghentikan sementara perjalanan bisnis ke negara tersebut setelah salah satu bankir seniornya, Chenyue Mao, dicegah meninggalkan wilayah China.
Insiden serupa juga menimpa pegawai dari Kantor Paten dan Merek Dagang AS serta Departemen Perdagangan AS.
Baca Juga: BlackRock Larang Penggunaan Perangkat Perusahaan Saat Perjalanan ke China
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Data pada 2021, perusahaan-perusahaan keuangan asing menghadapi tantangan dalam memenuhi regulasi China.
Banyak dari mereka terpaksa mendirikan pusat data lokal untuk mematuhi aturan penyimpanan data, yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional.
BlackRock sendiri memiliki eksposur signifikan di China melalui perusahaan reksadana milik penuh dan usaha patungan manajemen kekayaan bersama China Construction Bank.
Langkah ini menggambarkan tantangan yang lebih luas yang dihadapi institusi keuangan global dalam menjalankan bisnis di tengah rivalitas antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Baca Juga: Perlindungan Data Pribadi Sektor Keuangan
Sementara itu, Amazon juga mengambil langkah serupa dengan menutup laboratorium riset kecerdasan buatannya di Shanghai.
Didirikan pada 2018, lab tersebut telah menghasilkan lebih dari 100 makalah ilmiah dan turut mengembangkan teknologi jaringan saraf tiruan yang menghasilkan penjualan hampir US$ 1 miliar.