Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Sementara BRICS belum membocorkan daftar lengkap kandidat anggota tambahan, sejumlah pemerintah telah menyatakan minat mereka secara terbuka.
Iran dan Venezuela, yang dihukum dan dikucilkan oleh sanksi, berusaha mengurangi sanksi isolasi mereka dan berharap blok tersebut dapat memberikan bantuan kepada perekonomian mereka yang lumpuh.
“Kerangka integrasi lain yang ada di tingkat global dibutakan oleh visi hegemonik yang didorong oleh pemerintah AS,” jelas Ramón Lobo, mantan menteri keuangan dan gubernur bank sentral Venezuela, mengatakan kepada Reuters.
Negara-negara Teluk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melihat BRICS sebagai kendaraan untuk peran yang lebih menonjol dalam badan global, kata para analis.
Kandidat dari Afrika, Ethiopia dan Nigeria, tertarik dengan komitmen blok tersebut terhadap reformasi di PBB yang akan memberikan suara yang lebih kuat kepada benua tersebut. Yang lain menginginkan perubahan di Organisasi Perdagangan Dunia, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.
“Argentina dengan tegas menyerukan konfigurasi ulang arsitektur keuangan internasional,” kata seorang pejabat pemerintah Argentina yang terlibat dalam negosiasi untuk bergabung dengan BRICS kepada Reuters.
Baca Juga: Mata Uang BRICS Bisa Menggantikan Dolar AS? Ekonom Nilai Itu Konyol
Kurang aksi
Posisi publik BRICS sudah mencerminkan banyak dari keprihatinan ini.
Dan ketika negara ini berupaya untuk menjadi penyeimbang terhadap negara-negara Barat, di tengah ketegangan Tiongkok dengan Amerika Serikat dan dampak invasi Rusia ke Ukraina, peningkatan keanggotaannya dapat menambah pengaruh pada blok tersebut dan pesan reformasi globalnya.
Manfaat nyata untuk bergabung ke BRICS, tampak semakin berkurang.
Pencapaian paling nyata dari blok tersebut adalah Bank Pembangunan Baru, atau "bank BRICS", yang laju pemberian pinjamannya sudah lamban dan semakin tertatih-tatih oleh sanksi terhadap anggota pendirinya, Rusia.
Negara-negara kecil yang mengharapkan peningkatan ekonomi dari keanggotaan BRICS mungkin akan melihat pengalaman Afrika Selatan.
Menurut analisis Perusahaan Pengembangan Industri negara itu, perdagangan BRICS memang terus meningkat sejak bergabung.
Tetapi pertumbuhan itu sebagian besar disebabkan oleh impor dari China, dan blok tersebut masih menyumbang hanya seperlima dari total perdagangan dua arah Afrika Selatan.
Brasil dan Rusia bersama-sama menyerap hanya 0,6% dari ekspornya dan pada tahun lalu, defisit perdagangan Afrika Selatan dengan mitra BRICS-nya telah menggelembung empat kali lipat menjadi US$ 14,9 miliar dibandingkan tahun 2010.
Hasil seperti itu seharusnya membuat negara-negara kandidat berpikir ulang, kata Gruzd.
"Pencapaian konkret untuk BRICS sulit ditemukan. Lebih banyak pembicaraan. Sedikit aksi," katanya.