Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - RIO DE JANEIRO. Para menteri luar negeri dari negara-negara BRICS bertemu pada Senin (28/4) untuk membahas pembelaan bersama terhadap sistem perdagangan global, serta mengoordinasikan respons mereka terhadap gelombang tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pertemuan yang digelar di Rio de Janeiro ini diharapkan menghasilkan pernyataan bersama yang mengkritik "langkah-langkah sepihak" dalam perdagangan, dari kelompok yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, serta baru-baru ini diperluas dengan enam negara tambahan.
Baca Juga: BRICS Cari Alternatif Sistem Pembayaran Antar Anggota di Tengah Ancaman Tarif AS
"Para menteri sedang merundingkan sebuah deklarasi untuk menegaskan kembali sentralitas negosiasi perdagangan multilateral sebagai poros utama dalam perdagangan," kata Duta Besar Brasil Mauricio Lyrio.
"Mereka juga akan kembali menegaskan kritik mereka terhadap tindakan sepihak dari pihak mana pun, yang memang telah menjadi posisi tetap negara-negara BRICS."
Kelompok BRICS yang diperluas—yang tahun lalu menambahkan Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Indonesia, dan Iran—menghadapi tantangan besar dari aksi perdagangan Amerika Serikat.
China, yang terkena tarif sebesar 145% atas ekspornya ke AS, mendorong agar komunike akhir menggunakan nada yang lebih keras.
Namun menurut sumber yang mengetahui jalannya negosiasi, teks final akan bersifat kritis tetapi tidak konfrontatif.
Baca Juga: DEN Waspadai Ancaman Trump kepada BRICS yang Ganti Dolar AS sebagai Mata Uang Utama
Kelompok BRICS secara keseluruhan juga menjadi sasaran kritik Trump, yang mengancam akan memberlakukan tambahan tarif sebesar 100% jika blok ini melanjutkan rencana untuk menggunakan mata uang tunggal sebagai pengganti dolar AS dalam perdagangan internasional.
Brasil, yang saat ini memegang presidensi BRICS, telah membatalkan rencana penggunaan mata uang bersama tersebut, seperti dilaporkan Reuters pada Februari.
Namun, agenda kepemimpinannya tetap membuka jalan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan global.
Dengan mengantisipasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim PBB yang akan diselenggarakan Brasil pada November mendatang, para menteri BRICS juga akan membahas posisi bersama terkait pendanaan iklim, yang menjadi prioritas utama dalam presidensi Brasil.
Negara-negara berkembang besar seperti China kini menghadapi tekanan yang semakin kuat dari negara-negara kaya untuk turut membiayai inisiatif adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di negara-negara termiskin.
Baca Juga: Ancaman Tarif Trump Meluas ke BRICS Tekan Rupiah di Perdagangan Jumat (31/1)
"Apa yang tidak menjadi agenda adalah revisi tentang negara mana yang wajib membiayai transisi energi, dan negara mana yang dapat secara sukarela juga berkontribusi," ujar Lyrio.
"Kewajiban finansial untuk membiayai perjuangan melawan perubahan iklim dan transisi energi di negara berkembang tetap menjadi tanggung jawab negara-negara kaya," tambahnya.