Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa bulan terakhir menjadi periode yang cukup rumit bagi aliansi ekonomi negara-negara berkembang yang dikenal sebagai BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan).
Kini, muncul satu isu utama yang berpotensi mendorong India keluar dari BRICS, yaitu ketidaksepakatan terkait agenda de-dolarisasi kolektif tersebut.
Kembali Terpilihnya Donald Trump dan Dampaknya terhadap BRICS
Awal tahun 2025 ditandai dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat. Seperti masa jabatan sebelumnya, Trump membawa serta kebijakan ekonomi proteksionis yang memicu ketegangan geopolitik global.
Salah satu kebijakannya yang paling kontroversial adalah ancaman tarif impor hingga 150% terhadap negara-negara anggota BRICS.
Baca Juga: BRICS Cari Alternatif Sistem Pembayaran Antar Anggota di Tengah Ancaman Tarif AS
Mengutip watcher.guru, sumber ketegangan ini adalah langkah BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Gagasan menciptakan mata uang perdagangan sendiri telah menjadi pilar utama strategi de-dolarisasi blok tersebut.
Namun, langkah ini berlawanan langsung dengan misi Trump yang berusaha mempertahankan dominasi dolar sebagai mata uang global.
India Menolak De-dolarisasi: “Tidak Tertarik Sama Sekali”
India kini secara terbuka menyatakan bahwa mereka “tidak tertarik sama sekali” untuk bergabung dalam inisiatif de-dolarisasi BRICS. Keputusan ini menandai perbedaan pendirian yang sangat signifikan dibandingkan dengan anggota lainnya seperti Rusia, Tiongkok, Brasil, dan Afrika Selatan, yang aktif mendorong agenda tersebut.
Alasan utama penolakan India adalah hubungan dagang yang menguntungkan dengan Amerika Serikat. Sejak Trump kembali berkuasa, India berusaha menjaga hubungan baik dengan Washington, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi global dan perlambatan pertumbuhan domestik.