Sumber: AP News,Yonhap,Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - SEOUL - Partai-partai oposisi di Korea Selatan sepakat mengajukan mosi untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol dari kursi kepresidenan. Surat pemakzulan telah diajukan pada hari Rabu (4/12) waktu setempat, setelah deklarasi darurat militer Presiden Yoon Suk Yeol resmi dicabut dan dibatalkan oleh anggota parlemen.
Mengutip kantor berita Yonap, Partai Demokrat, partai oposisi utama dan lima partai oposisi kecil lainnya, termasuk Partai Pembangunan Korea dan Partai Reformasi, resmi mengajukan mosi tersebut ke kantor RUU di Majelis Nasional pada pukul 14.43 waktu setempat.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Terancam Dimakzulkan, Buntut Deklarasi Darurat Militer
Mosi pemakzulan ditandatangani oleh 190 anggota parlemen oposisi dan satu anggota parlemen independent. Mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol ini, tanpa dukungan dari anggota parlemen partai yang berkuasa.
Partai-partai oposisi berencana untuk melaporkan mosi tersebut ke sidang pleno parlemen pada hari Kamis (5/12) besok dan mengajukannya untuk pemungutan suara pada hari Jumat atau Sabtu untuk pemakzulan Presiden.
Menurut hukum di Korea Selatan, mosi pemakzulan harus diajukan untuk menggelar pemungutan suara antara 24 dan 72 jam setelah mosi tersebut dilaporkan ke sidang pleno.
Rep. Shin Chang-sik dari Partai Pembangunan Korea mengatakan bahwa partai-partai tersebut belum memutuskan apakah akan memberikan suara "segera" atau di waktu lain "dalam waktu 72 jam."
Baca Juga: Bursa Korea Selatan Ditutup Anjlok Selasa (4/12), Terseret Kisruh Politik
Mosi pemakzulan membutuhkan mayoritas dua pertiga anggota parelemen, untuk disahkan parlemen.
Dari 300 anggota Majelis Nasional, oposisi akan membutuhkan delapan suara dari Partai Kekuatan Rakyat yakni partai yang berkuasa agar bisa meloloskan RUU pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol tersebut.
Seperti kita tahu, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam.
Pada pidatonya ia bersumpah untuk melenyapkan pasukan "anti-negara" saat ia berjuang melawan oposisi yang mengendalikan parlemen negara itu dan yang ia tuduh bersimpati dengan Korea Utara yang komunis.
Beberapa jam kemudian, parlemen Korea Selatan menggelar pemungutan suara untuk mencabut deklarasi darurat militer tersebut.
Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik seperti dikutip kantor berita AP menyatakan bahwa para anggota parlemen "akan melindungi demokrasi bersama rakyat Korea." Woo meminta personel polisi dan militer untuk mundur dari halaman Majelis.
Langkah mengejutkan presiden itu mengingatkan kembali pada era pemimpin otoriter yang belum pernah terjadi di negara itu sejak 1980-an, dan tindakan itu langsung dikecam oleh oposisi dan pemimpin partai konservatif Yoon sendiri.
Baca Juga: Apa Itu Martial Law di Korea Selatan? Ini Sejarah hingga Kontroversinya
Setelah pengumuman Yoon, militer Korea Selatan mengumumkan bahwa parlemen dan pertemuan politik lainnya yang dapat menyebabkan "kebingungan sosial" akan ditangguhkan, menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.
Militer juga mengatakan bahwa para dokter yang mogok di negara itu harus kembali bekerja dalam waktu 48 jam, kata Yonhap. Ribuan dokter telah mogok selama berbulan-bulan atas rencana pemerintah untuk menambah jumlah mahasiswa di sekolah kedokteran.
Militer mengatakan siapa pun yang melanggar keputusan itu dapat ditangkap tanpa surat perintah. Berdasarkan hukum Korea Selatan, darurat militer dapat dicabut dengan suara mayoritas di parlemen, tempat Partai Demokrat yang beroposisi atas pemerintah tapi memegang mayoritas di Parlemen.
Segera setelah Presiden mendeklarasikan daruat militer tersebut, juru bicara Majelis Nasional meminta di saluran YouTube-nya agar semua anggota parlemen berkumpul di gedung Majelis.
Tonton: Kim Jong Un Serukan Militer Korea Utara untuk Bersiap Menghadapi Perang
Ia mendesak personel militer dan penegak hukum untuk "tetap tenang dan mempertahankan posisi mereka. Semua 190 anggota parlemen yang berpartisipasi dalam pemungutan suara mendukung pencabutan darurat militer.