Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Parlemen Korea Selatan pada Rabu (4/12) mengajukan rancangan undang-undang untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol.
Setelah Yoon mendeklarasikan darurat militer dan mencabutnya hanya beberapa jam kemudian, memicu krisis politik terbesar dalam beberapa dekade terakhir di ekonomi terbesar keempat di Asia.
Baca Juga: Bursa Korea Selatan Ditutup Anjlok Selasa (4/12), Terseret Kisruh Politik
Deklarasi darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12) malam di negara sekutu utama Amerika Serikat (AS) ini menimbulkan kebuntuan dengan parlemen, yang menolak upaya Presiden Yoon untuk melarang aktivitas politik dan menyensor media.
Pasukan bersenjata bahkan memaksa masuk ke Gedung Majelis Nasional di Seoul, tetapi menghadapi perlawanan dari staf parlemen dan protes di luar gedung.
Partai oposisi utama, Partai Demokrat (DP), menuntut Yoon mengundurkan diri atau menghadapi pemakzulan.
"Telah jelas bagi seluruh bangsa bahwa Presiden Yoon tidak dapat lagi memimpin negara ini dengan normal. Dia harus mundur," kata anggota senior DP, Park Chan-dae, dalam sebuah pernyataan.
Enam partai oposisi kemudian menyerahkan rancangan undang-undang pemakzulan ke parlemen, dengan pemungutan suara direncanakan berlangsung Jumat atau Sabtu.
Baca Juga: Serikat Pekerja Hyundai Motor Berencana Mogok Kerja, Buntut Kisruh Politik Korea
Krisis Politik Memuncak
Dalam pidato televisi Selasa malam, Yoon mengklaim bahwa darurat militer diperlukan untuk melindungi negara dari ancaman anti-negara pro-Korea Utara dan menjaga tatanan konstitusional yang bebas, meski tidak memberikan ancaman spesifik sebagai alasan.
Namun, hanya enam jam setelah deklarasi tersebut, Yoon mencabut darurat militer menyusul tekanan parlemen yang dengan suara bulat mendesak pencabutannya.
"Ini adalah langkah di luar batas prosedural, tetapi dilakukan dalam kerangka konstitusi," kata seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan kepada Reuters.
Baca Juga: Ramai-ramai Staf Presiden Korsel Mundur Pasca Pengumuman Deklarasi Darurat Militer
Meskipun situasi politik yang memanas, aktivitas pagi di Seoul berjalan normal. Namun, volatilitas melanda pasar keuangan.
Indeks saham KOSPI turun 1,3%, dan won mendekati posisi terendah dua tahun.
Menteri Keuangan Choi Sang-mok dan Gubernur Bank of Korea Rhee Chang-yong mengadakan pertemuan darurat, dengan pemerintah berjanji untuk menyuntikkan likuiditas tanpa batas ke pasar.
Sementara itu, aksi protes besar direncanakan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Korea, yang menyerukan mogok kerja hingga Yoon mundur.
Dampak Internasional
Krisis ini juga memengaruhi hubungan internasional Korea Selatan. Pembicaraan pertahanan dan latihan militer gabungan dengan Amerika Serikat ditunda.
Perdana Menteri Swedia membatalkan kunjungan ke Seoul, sementara kelompok legislator Jepang yang menangani hubungan Korea juga membatalkan perjalanan mereka.
Baca Juga: Pesan Oposisi untuk Yoon Suk Yeol: Mundur atau Kami Makzulkan!
Meskipun deklarasi darurat militer telah dicabut, posisi Presiden Yoon semakin terancam. Jika pemakzulan disahkan oleh parlemen dan konstitusi, Yoon akan menjadi presiden pertama yang dimakzulkan di Korea Selatan sejak Park Geun-hye pada 2017.
"Korea Selatan sebagai bangsa berhasil menghindari krisis besar, tetapi Presiden Yoon mungkin telah menciptakan bencana bagi dirinya sendiri," kata Danny Russel, Wakil Presiden Asia Society Policy Institute.