kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.933.000   17.000   0,89%
  • USD/IDR 16.378   49,00   0,30%
  • IDX 7.859   -31,86   -0,40%
  • KOMPAS100 1.103   -7,60   -0,68%
  • LQ45 822   -6,76   -0,82%
  • ISSI 265   -0,92   -0,35%
  • IDX30 425   -3,33   -0,78%
  • IDXHIDIV20 494   -1,99   -0,40%
  • IDX80 124   -0,75   -0,60%
  • IDXV30 131   0,35   0,27%
  • IDXQ30 138   -0,83   -0,60%

Pasar Perumahan AS Melemah, Risiko Resesi Baru Mengintai


Minggu, 24 Agustus 2025 / 14:58 WIB
Pasar Perumahan AS Melemah, Risiko Resesi Baru Mengintai
ILUSTRASI. Penjualan rumah eksisting di AS tercatat mendekati level terendah yang pernah terjadi saat krisis keuangan global 2008. REUTERS/Carlos Barria


Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar perumahan Amerika Serikat kini muncul sebagai salah satu sumber kelemahan ekonomi yang serius, namun justru tampak terabaikan oleh para pembuat kebijakan.

Hal ini diungkapkan oleh ekonom David Rosenberg, yang menyoroti tren penurunan penjualan rumah di tengah meningkatnya jumlah pasokan.

Penjualan Rumah Dekati Level Krisis 2008

Berdasarkan data Juli 2025, penjualan rumah eksisting di AS tercatat mendekati level terendah yang pernah terjadi saat krisis keuangan global 2008. Rosenberg menekankan bahwa kondisi ini patut diwaspadai, terutama karena perumahan merupakan salah satu sektor paling vital dalam perekonomian.

Baca Juga: Pentagon Akan Kerahkan Pasukan Militer ke Chichago, Ada Apa?

Dalam unggahan di platform X pada 22 Agustus, Rosenberg mencatat bahwa jumlah rumah yang dijual meningkat hampir 16% dibandingkan tahun lalu, namun secara tahunan total penjualan tetap stagnan. Kesenjangan antara lonjakan pasokan dan lemahnya permintaan ini menambah tekanan baru pada harga perumahan.

Risiko Efek Kekayaan Negatif

Rosenberg memperingatkan bahwa nilai total pasar perumahan AS kini mencapai sekitar $48 triliun, lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode sebelum krisis 2008.

Jika harga perumahan turun, hal ini dapat memicu negative wealth effect—yakni kondisi ketika penurunan aset mengikis kepercayaan konsumen dan membatasi belanja rumah tangga.

Efek tersebut berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi secara lebih luas, mengingat konsumsi rumah tangga merupakan pendorong utama ekonomi AS.

Fokus The Fed yang Dinilai Keliru

Penurunan harga rumah terjadi saat Federal Reserve (The Fed) lebih banyak memusatkan perhatian pada dampak tarif impor terhadap inflasi, khususnya melalui indeks harga konsumen (CPI) dan PCE deflator.

Menurut Rosenberg, langkah tersebut justru berisiko mengabaikan faktor yang lebih penting, yakni tekanan deflasi yang berasal dari melemahnya valuasi sektor perumahan.

“The Fed terlalu fokus pada tarif dalam CPI dan PCE, padahal ada sumber tekanan harga yang lebih besar dari penurunan valuasi properti residensial,” ujar Rosenberg.

Baca Juga: Agen FBI Geledah Rumah Mantan Penasihat Trump, John Bolton

Ancaman Siklus Deflasi di Perumahan

Secara historis, pelemahan sektor perumahan kerap menekan perekonomian AS. Penurunan harga rumah biasanya mengurangi kekayaan rumah tangga, menahan konsumsi, dan melemahkan permintaan—mekanisme yang turut memicu resesi 2008.

Dengan penjualan yang macet, persediaan meningkat, dan harga mulai tertekan, Rosenberg menilai tanda-tanda siklus penurunan perumahan sudah semakin nyata.

Ia menambahkan bahwa meski tarif dapat memengaruhi inflasi dalam jangka pendek, faktor penentu utama bagi arah ekonomi AS dalam beberapa bulan ke depan adalah valuasi pasar perumahan.

Selanjutnya: Siasat Elnusa (ELSA) Dukung Target Swasembada Energi Lewat Teknologi

Menarik Dibaca: Daftar Menu untuk Diet Tanpa Nasi agar Berat Badan Turun




TERBARU

[X]
×