Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW YORK/LONDON. Menjelang pertemuan dagang antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping pekan ini, para investor bersiap dengan perasaan campur aduk: optimisme atas potensi gencatan senjata dagang, namun juga kewaspadaan bahwa hasil nyatanya bisa jauh dari harapan.
Bursa saham global melonjak pada Senin (28/10/2025) setelah pejabat AS menyebut kedua pihak telah mencapai kerangka kesepakatan untuk menurunkan tarif impor AS terhadap produk China, serta kesediaan Beijing melonggarkan pembatasan ekspor logam tanah jarang.
Ekspektasi meningkat bahwa Trump dan Xi akan menandatangani kesepakatan itu pada Kamis mendatang, yang diharapkan dapat meredakan ketegangan panjang antara dua ekonomi terbesar dunia.
Baca Juga: Bursa Global Waspada Jelang Keputusan The Fed, Investor Siap Hadapi Volatilitas
Indeks S&P 500 di Wall Street naik 1% dan mencetak rekor tertinggi baru. Pasar saham di Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang juga menguat, sementara harga emas yang biasa menjadi aset amanjustru melemah, menandakan investor mulai berani mengambil risiko.
Fenomena ini bukan hal baru. Sepanjang masa kepemimpinan Trump, pasar telah berkali-kali mengalami pola serupa, gejolak diikuti oleh pemulihan, seperti pada perang dagang 2019 dan kebijakan tarif besar-besaran awal tahun ini.
“Setiap kali muncul ancaman besar dari Trump, pasar sempat goyah, tapi kemudian pulih karena negosiasi dianggap konstruktif,” ujar Evelyne Gomez-Liechti, ahli strategi multi-aset di Mizuho.
Ia menyebut pola ini sebagai “TACO”, singkatan dari Trump Always Chickens Out, pandangan di Wall Street bahwa Trump sering kali menggertak keras, namun akhirnya melunak.
Baca Juga: Bursa Global Senin (2/6): Wall Street Terkoreksi, Dolar Loyo Saat AS-China Memanas
Dalam sebulan terakhir, pasar saham sempat melemah setelah Trump mengancam menaikkan tarif impor dari Tiongkok hingga 100% dan memberlakukan kontrol ekspor atas perangkat lunak penting asal AS.
Namun, jelang pertemuan dengan Xi, saham-saham Tiongkok kembali menguat selama lebih dari seminggu.
Meski pertemuan kali ini mungkin belum menghasilkan akhir pasti dari perang dagang, banyak investor siap menyambut sinyal positif apa pun yang menandakan penurunan tensi.
“Ada cukup banyak manajer dana yang selama ini berhati-hati menghadapi ketidakpastian global,” ujar Ross Hutchison, Kepala Strategi Pasar Zona Euro di Zurich Insurance Group. “Jika ada kabar positif, mereka berpotensi kembali masuk ke pasar.”
Risiko Tetap Mengintai
Meski optimisme meningkat, sejumlah analis menilai risiko tetap ada.
“Kemungkinan hasil buruk demi pencitraan politik tidak besar, karena keduanya tak banyak mendapat keuntungan politik dari konfrontasi,” kata Thomas Christiansen, Chief Investment Officer di Union Bancaire Privée London.
“Jika melihat ini sebagai dilema tawanan, hasil yang rasional adalah mencapai semacam kesepakatan,” ucapnya.
Selain itu, Bank Sentral AS (Federal Reserve) juga diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga pekan ini, yang dapat memperkuat reli pasar.
Baca Juga: Bursa Asia Naik pada Selasa (29/4) Pagi, Pasar Menanti Rilis Data Ekonomi Pekan Ini
Namun dengan harga saham yang sudah di puncak, terutama di sektor kecerdasan buatan (AI), hasil kinerja emiten yang mengecewakan dapat menghapus optimisme tersebut.
“Pasar akan lebih sensitif terhadap kabar buruk daripada kabar baik,” kata Tracy Chen, Manajer Portofolio Global Fixed Income di Brandywine Global.
Menurut Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B. Riley Wealth, pasar saat ini berasumsi akan ada tarif timbal balik rata-rata 15% antara AS dan sebagian besar mitra dagangnya.
“Jika ada faktor yang mengubah asumsi itu secara negatif, risiko penurunan pasar akan meningkat,” ujarnya.
Baca Juga: Perang Dagang Trump, Gelombang Tarif Baru dan Ketidakpastian Global
Para investor juga belajar dari pengalaman sebelumnya. Setelah kesepakatan AS–Tiongkok di Jenewa pada Mei 2025, antusiasme pasar cepat mereda.
“AS dan Tiongkok punya sejarah negosiasi yang sering berakhir buntu meski sudah ada kesepakatan awal,” tulis Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global di Macquarie. “Kami memperkirakan euforia kali ini pun akan pudar.”













